Anjloknya Harga Gabah Petani Diduga karena Terjadi Penurunan Mutu
Rata-rata harga GKG di tingkat petani Rp 5.214 per kg atau turun 1,99% dan di tingkat penggilingan Rp 5.331 per kg atau turun 1,85 persen.
Editor: Choirul Arifin
Anjloknya Harga Gabah Petani Diduga karena Terjadi Penurunan Mutu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini merilis harga gabah baik di panen raya tahun 2021 ini baik gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG) serempak mengalami penurunan.
Untuk GKP di tingkat petani pada Maret 2021 Rp 4.385 per kg atau turun 7,85%, dan di tingkat penggilingan Rp 4.481 per kg atau turun 7,86 % dibandingkan harga gabah kualitas yang sama pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, rata-rata harga GKG di tingkat petani Rp 5.214 per kg atau turun 1,99% dan di tingkat penggilingan Rp 5.331 per kg atau turun 1,85 persen.
Harga gabah luar kualitas di tingkat petani Rp 4.043 per kg atau turun 6,84% dan di tingkat penggilingan Rp 4.138 per kg atau turun 6,95% .
Seperti diuraikan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto kepada wartawan,Kamis (1/4/2021) pekan lalu, menuturkan penurunan harga gabah di bulan Maret tidak terlepas dari fenomena panen raya.
Baca juga: Jokowi Minta Debat Polemik Impor Beras Dihentikan: Harga Gabah Bisa Anjlok
Alhasil besarnya pasokan GKP sehingga menekan harga baik gabah maupun beras.
Dibandingkan Maret 2020, rata-rata harga gabah pada Maret 2021 di tingkat petani untuk kualitas GKP, GKG, dan gabah luar kualitas masing-masing turun sebesar 11,17%; 9,57%; dan 11,86 persen.
Baca juga: Impor Beras, INDEF: Petani Makin Sakit, Gara-gara Harga Gabah Ditekan
Di tingkat penggilingan, rata-rata harga gabah pada Maret 2021 dibandingkan dengan Maret 2020 untuk kualitas GKP, GKG, dan gabah luar kualitas masing-masing turun sebesar 10,92%; 9,46%; dan 11,44 persen.
Baca juga: Panen Raya di Maros, Bulog dan Kostraling Sinergi Serap Gabah
Perihal hal ini anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan anjoknya harga GKP di tingkat petani bukan hanya persoalaan besarnya pasokan di panen raya.
Menurutnya tingginya curah hujan dan minimnya sarana paska panen turut berkontribusi penurunan kualitas sehingga menyebabkan anjloknya harga GKP ditingkat petani.
Bahkan untuk memastikan hal ini, sebut Yeka, Ombudsman melakukan peninjauan lapangan di sejumlah daerah sentra beras di Jawa Barat yakni Kabupaten Bekasi, Krawang, Subang, Indramayu dan Cirebon pada tanggal 2-4 April. 2021 lalu.
Untuk memastikan,pihaknya menggunakan alat pengukur kadar air.
“Di Kabupaten Karawang, harga GKP petani ditebus Rp 4.120 per kg. Kadar air rata-rata sebesar 30,28 persen," ujarnya.
"Kadar airnya jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan BPS sebesar 21% Tapi mereka mengaku produksi tahun 2021 meningkat 2,3%,”ujar Yeka terkait temuan Ombudsman terkait penurunan harga gabah di Jakarta, Kamis (8/4/2021)
Berdasarkan temuan lapangan ini, Yeka menambahakan total susut paska panen di lima kabupaten sentra beras di Jawa Barat mencapai 27,16% akibat tingginya kadar air dan kadar hampa gabah.
Dalam kondisi seperti ini, kualitas gabah dipastikan menurun, butir hampa semakin banyak, hingga mencapai 18%.
Hal ini berdampak terhadap tingginya susut dari gabah kering panen menjadi gabah kering giling.
Ombudsman menghitung , meski petani hanya memperoleh harga tebus GKP sebesar Rp 3.888 per kg , namun ketika dikonversi menjadi GKG setara Rp 5.338 per kg.
”Nilai ini sudah melebihi HPP yang ditetapkan Kemendag. Apalagi jika ditambahkan ongkos angkut maka harga GKG dan harga berasnya pun akan meningkat, meski tidak dalam rentang besar,” ujarnya.
Artinya, fenomena yang lebih tepat menggambarkan keadaan ini adalah bukan karena harga harga gabah yang turun. Namun mutu gabah yang turun.
Karena itu dia menilai tidak ada fakta penurunan harga GKP ditingkat petani sebagai respon psikis dari rencana pemerintah mengimpor beras sebesar 1 juta ton.
Ombudsman RI juga mencatat kejadian penurunan mutu gabah di musim panen raya merupakan siklus yang terus berulang sepanjang tahun. Menurutnya belum ada upaya tertintegrasi yang solutif.
Pasalnya, sepanjang 2017-2020, Kementerian Pertanian telah menganggarkan Rp 661,7 miliar untuk program untuk pengadaan mesin pengering /dryer gabah.
“Perlu dievaluasi apakah besaran dukungan APBN untuk pengadaan mesin pengering gabah ini memenuhi unsur pelayanan publik dalam arti petani sebagai sasaran apakah mendapatkan layanan dengan adanya bantuan ini?" ujarnya.
"Jika memang program ini memberikan layanan yang baik untuk petani, maka program ini perlu ditingkatkan di masa yang akan datang,”pungkasnya.