Cerita Seputar Hocho, Pisau Dapur Para Chef yang Desainnya Terinspirasi dari Pedang Para Samurai
Tak hanya produsen pisau dalam negeri, produsen pisau internasional juga terus berupaya merebut pasar peralatan dapur dan memasak.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Malvyandie Haryadi
Sebagai bentuk adaptasi yang cepat, lahirlah varian pisau baru seperti Gyuto, Santoku, dan Sujihiki.
Varian baru Hocho tersebut merupakan perpaduan antara pisau Barat dan pisau Jepang yang mempunyai kegunaaan untuk mengolah bahan makanan dari daging.
Di Jepang, Hocho kerap dianggap seperti bagian dari tubuh dari seorang juru masak.
Seorang juru masak atau yang kini dikenal dengan sebutan Chef dianggap sudah dewasa dan mempunyai jam terbang yang tinggi ketika mereka tidak hanya dapat menggunakan pisaunya dengan baik, tetapi juga merawatnya dengan baik.
Karena itu, seorang Chef di Jepang akan selalu memberi perhatian lebih pada pisau-pisaunya. Mereka bahkan punya jadwal khusus untuk memoles dan mempertajam pisau setiap selesai memasak.
Kebudayaan Jepang yang dikenal apik dalam memelihara benda itu pun benar-benar menjadi perhatian para produsen Hocho. Mereka sengaja membuat pisau yang dapat diasah dan ditajamkan kembali ketika sudah mulai tumpul.
Begitu juga dengan gagang pisaunya, dibuat untuk dapat digantikan dengan yang baru dan direstorasi berkali-kali.
“Para Chef di Jepang bahkan selalu menjaga pisau-pisau miliknya seperti mereka menjaga diri mereka sendiri,” tutur Viki.