Chevron Harus Segera Pastikan Pasokan Listrik dan Uap untuk Jaga Produksi Blok Rokan
kelanjutan pengelolaan PLTGU North Duri Cogeneration (NDC) seharusnya segera diselesaikan untuk menjamin kelanjutan pengelolaan Blok Rokan
Editor: Sanusi
“Pembangkit tersebut dibangun di tanah milik negara dulu perjanjiannya oleh pihak ketiga,” ujarnya.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril sebelumnya menjelaskan, dalam rencana PLN kebutuhan listrik dan steam untuk Blok Rokan dibagi dalam dua tahap. Pertama, masa transisi (2021-2024) memanfaatkan supply eksisting dengan skema akuisisi PLTG NDC dengan biaya yang paling efisien.
Hal ini dilakukan karena koneksi sistem kelistrikan Blok Rokan ke system PLN hanya membutuhan waktu pembangunan selama tiga tahun. Kedua, masa permanen (2024-dst), listrik secara total dipasok dari Sistem Sumatera dan steam akan dipasok dengan pembangunan Steam Generator yang lebih andal.
“Dalam masa transisi tiga tahun, PLN mengelola PLTG Cogen Ex MCTN di North Duri sebesar 270 MW dan steam 350 MCWED serta listrik di Minas, Central Duri milik CPI sebesar 130 MW dan steam 50 MBWCED. Skema masa permanen setelah masa transisi, 400 MW dari Sistem Sumatera dikonversi 5 x 100 MW dengan steam generator 400 MBCWED,” ujarnya dalam diskusi Energy and Mining Editor Society, 8 April 2021.
Agar skenario ini mulus PLN harus mengakuisisi PLTGU NDC yang harganya disebut-sebut mencapai 300 juta dolar AS atau sekitar Rp 4,39 triliun yang dinilai tidak masuk akal.
Padahal, PLN hanya akan menggunakan PLTGU NDC milik MCTN itu tiga tahun. MCTN mengoperasikan PLTGU itu sejak 2000.
Nilai investasi MCTN saat membangun PLTGU NDC sekitar 190 juta dolar AS.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Faby Tumiwa, menjelaskan MTCN berkontrak dengan CPI.
Karena nilai strategis itu, Chevron tidak mau menjual murah aset tersebut sehingga melakukan lelang. Chevron dinilai mencoba mendapatkan keuntungan finansial yang sebesar-besarnya atau bisa juga berharap mendapatkan tawaran atau konsesi lain.
“Apapun motif sebenarnya hanya pihak Chevron yang tahu. Yang jelas produksi Rokan tidak boleh turun dan tidak boleh berhenti beroperasi untuk menjamin kontinuitas produksi. Kalau berhenti beroperasi, waktu dan biaya untuk meningkatkan produksi cukup besar dan lama. Bagi Pertamina, risiko ini yang harus dihindari,” kata Faby.