Sri Mulyani Dukung Usulan Megawati Soal SIN Pajak Demi Optimalkan Penerimaan Negara
Lalu saat Megawati menjadi presiden tahun 2001, konsep transparansi perpajakan Soekarno itu dihidupkan lagi.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Dorongan Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri agar Single Identification Number (SIN) Pajak diperkuat demi optimalisasi penerimaan negara mendapat dukungan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Mantan Dirjen Perpajakan Hadi Purnomo, hingga Anggota Komisi XI M.Misbakhun.
SIN Pajak, alias Identitas Tunggal Pajak, disampaikan Megawati saat bicara di webinar bertema “Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Penerapan SIN Pajak Demi Kemandirian Fiskal Indonesia”, Jumat (28/5/2021). Acara diselenggarakan oleh Universitas Pelita Harapan.
Sri Mulyani hingga Misbakhun hadir juga di acara itu. Kata Megawati, SIN Pajak ini berbasis konsep transparansi, yang aturannya sudah ada sejak era Presiden RI pertama, Soekarno.
"Ibu Megawati Soekarnoputri sangat-sangat tepat. Beliau menyampaikan pondasi awal sejak republik ini berdiri," kata Sri Mulyani.
Hadi Purnomo, yang menjadi pegawai Perpajakan sejak tahun 1965, masih mengingat isi pidato Bung Karno soal kewajiban tak ada rahasia untuk perpajakan. Bung Karno menggambarkannya lewat hubungan suami istri yang harus selalu terbuka apa adanya.
"Ini namanya no secrecy. Tak ada batasan. Itulah cutoff, tak boleh lagi berbuat hal yang tak bisa diterima," kata Hadi.
Lalu saat Megawati menjadi presiden tahun 2001, konsep transparansi perpajakan Soekarno itu dihidupkan lagi.
Di era Megawati inilah SIN Pajak dimunculkan. Saat itu, berhasil dilakukan amandemen penghambat penerimaan pajak termasuk soal kerahasiaan perbankan serta lalu lintas devisa.
"Transaksi keuangannya supaya bisa diakses oleh aparat pajak," imbuhnya.
Saat itu pula diinisiasi pengembangan sistem informasi dan monitoring perpajakan yang integrasi dan online antar unit terkait. Hal ini dikenal big data, yang kemudian dikenal dengan Inovasi 4.0.
Balik ke isu perpajakan, masalahnya adalah ketika Wajib Pajak (WP) diberi kesempatan jujur dan mengisi sendiri data pajaknya, Negara tak memiliki kemampuan monitoring. Jadi muncul masalah isian data pajak salah, hingga negosiasi gelap antara WP dengan oknum petugas pajak. Inilah permasalahan yang bisa selesai jika SIN Pajak diterapkan.
Dengan SIN Pajak, maka semua pihak wajib memberikan dan saling membuka dan menyambung sistemnya ke Perpajakan. Baik itu yang sifatnya rahasia-non rahasia, finansial dan non finansial. Pihak yang dimaksudnya adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga, Asosiasi seperti Kadin dan Hipmi, dan pihak lainnya.
"Kita selalu penerimaan rendah karena kita tidak memonitor. Kalau tak ada sistem monitoring anak kita mudah bohong. SIN Pajak ini adalah CCTV Keuangan Wajib Pajak."
"Kalau sudah ada CCTV, orang terpaksa jujur. Ada buktinya, kita mau omong apa lagi? Semuanya jelas ada buktinya. Ketahuan semua. Akhirnya orang terpaksa jujur soal pajaknya. Optimalisasi penerimaan perpajakan juga akan tercapai," pungkas Hadi.