Nilai Tukar Nelayan Masih Rendah, Menteri Trenggono Siapkan Langkah Strategis
Sakti Wahyu Trenggono menyiapkan langkah-langkah strategis guna meningkatkan Nilai Tukar Nelayan
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyiapkan langkah-langkah strategis guna meningkatkan Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.
“NTN kita masih rendah, saat ini rata-rata NTN masih pada angka 103. Sehingga kami akan melakukan langkah-langkah strategis untuk mengejar peningkatan NTN,” ucapnya saat Rakor Tingkat Menteri (RTM) guna membahas Sasaran Pembangunan Nasional di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Baca juga: Sepekan KKP Lumpuhkan 19 Kapal Illegal Fishing
KKP akan bekerjasama lintas sektor dalam berbagai aspek, baik untuk melakukan perbaruan kebijakan harga ikan, hingga bekerjasama dengan Kementerian Perhubungan untuk melakukan pembangunan pelabuhan-pelabuhan perikanan.
Menteri Trenggono beserta jajarannya juga mencoba menelusuri di lapangan serta pengumpulan data mengapa NTN selama ini rendah.
Baca juga: KKP Dukung Pemda Maksimalkan Potensi Tambak Masyarakat
"Saya sudah dorong terus di internal agar bulan ini kita tau starting point dimana, lalu kita bisa membuat kebijakan-kebijakan strategis yang menguntungkan masyarakat nelayan,” ucap Menteri Trenggono.
Diketahui bahwa nilai produksi ikan di Indonesia pada tahun 2020 sebesar Rp 224 triliun dengan jumlah nelayan 2.387.591 orang yang mana seharusnya NTN di Indonesia bisa lebih tinggi.
Namun pada kenyataannya nilai rata-rata NTN tahun 2020 hanya menyentuh angka 100,22 dan nilai rata-rata NTN Indonesia pada saat ini berada pada angka 103,4.
Baca juga: Serapan Anggaran KKP Rendah, DFW Indonesia: Tidak Menstimulus Ekonomi Nelayan
Rendahnya nilai NTN tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.
Selain dikarenakan situasi pandemi Covid-19 yang menyebabkan usaha perikanan sempat mengalami kelesuan pada masa awal pandemi bulan Maret hingga April 2020, rendahnya NTN juga dikarenakan besarnya spending operasional dan juga tidak adanya tolok ukur kesejahteraan nelayan yang jelas.