Pemerintah Pllih Tak Lanjutkan Revisi PP 109 Tahun 2012 Tentang Tembakau, Alasannya Ini
Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah tengah mendorong agar utilisasi sektor industri, termasuk IHT kembali naik.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 (109/2012) tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan tidak mendesak dilakukan.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Atong Soekirman mengungkapkan, hal ini dikarenakan pemerintah saat ini tengah fokus untuk memulihan ekonomi nasional dari dampak pandemi Covid-19.
"Jadi tidak perlu revisi PP 109/2012 ini dilanjutkan, karena memang industri kita, khususnya industri hasil tembakau (IHT) adalah industri padat karya. Ada beberapa yang menggunakan banyak tenaga kerja," ujarnya, Selasa (15/6/2021).
Apalagi, dia menambahkan, IHT yang sangat berkaitan dengan PP 109/2012 tersebut tengah tertekan secara ekonomi akibat pandemi Covid-19, sehingga jika aturannya berubah-ubah akan menyulitkan industri ini bergerak.
Baca juga: Asosiasi Minta Pemisahan Regulasi untuk Produk Hasil Pengolahan Tembakau
"Karena ada berbagai persepsi tadi, industri, pendapatan, pajak untuk pembangunan, isu kesehatan, isu petani tembakau ini. Kami di Kemenko Perekonomian tidak memandang ini mendesak," katanya.
Baca juga: Pelaku Industri Hasil Tembakau Minta Stop Wacana Revisi PP 109/2012, Ini Alasannya
Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah saat ini juga tengah mendorong agar utilisasi sektor industri, termasuk IHT kembali mengalami peningkatan.
Di sisi lain, Atong menambahkan, pada dasarnya inisiasi adanya revisi PP 109/2012 ini berasal dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk menyinggung isu dari sisi kesehatan.
Namun, karena besarnya pro dan kontra dari revisi aturan yang sudah ketat itu dinilainya perlu juga diperhatikan mengenai keberlangsungan usaha dari industri-industri yang menjadi tulang punggung produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
"Jadi pro dan kontranya cukup tinggi. Namun, karena kondisi pandemi Covid-19 dan upaya pemerintah ini sedang pemulihan ekonomi nasional, kami di Kemenko Perekonomian memandang masih belum mendesak untuk merevisi ini," pungkas Atong.