Bantah Adanya Gejolak Harga Gula, Gapmmi: Kenapa Ributnya Cuma di Jatim?
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) menyangkal terjadi gejolak harga gula di Jatim
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) menyangkal terjadi gejolak harga gula di Jatim yang terjadi beberapa bulan lalu.
Ketua Komite Pembinaan dan Pengembangan UMKM GAPMMI Irwan S Widjaja memastikan tidak ada laporan kenaikan harga gula dari anggota GAPMMI Jawa Timur, termasuk pengusaha UMKM.
Irwan menjelaskan bahwa keanggotaan GAPMMI bukan hanya pengusaha menengah dan besar saja.
Baca juga: Asosiasi Petani Tebu Sebut Permenperin nomor 3/2021 Bisa Tingkatkan Kontrol dan Pengawasan Gula
"10-15 persen dari sekitar 400-an anggota GAPMMI adalah UMKM. Saya diminta membantu pemerintah untuk melakukan pelatihan, pembinaan dan pengembangan ribuan UMKM. Mulai dari manajerial perusahaan, pengajuan kredit perbankan dan lain-lain,” ujarnya, Rabu (16/6/2021).
Menurut Irwan, jika terjadi kelangkaan pasokan atau kenaikan harga, pasti pengusaha mamin di daerah akan lapor, dan GAPMMI segera melakukan kordinasi dengan kementerian terkait.
Baca juga: Asosiasi: Jangan Kaitkan Nama Petani untuk Urusan Impor Gula
“Saya heran, kenapa ributnya hanya di Jatim? Jika betul terjadi krisis, dipastikan terjadi secara nasional,” jelasnya.
Menurut Irwan, pertanyaan itu wajar dilontarkan karena tidak mungkin kenaikan harga dilokalisir di Jatim saja, sementara industri mamin terbesar justru berada di Jawa Barat, disusul Jawa Tengah Jawa Timur dan Yogyakarta yang merupakan perusahaan skala kecil menengah dan besar.
Terkait isu gula ini GAPMMI mengaku sangat berhati-hati supaya tidak tergelincir pada kepentingan satu kelompok tertentu saja.
Menurut Irwan, GAPMMI lebih mementingkan komunikasi melalui saluran resmi dengan stakeholders, termasuk dengan pemerintah.
Meskipun 70 persen anggota GAPMMI adalah pengusaha menengah dan besar, namun perhatian GAPMMI terhadap UMKM sangat besar.
Peranan kelompok ekonomi “grass root” ini tidak bisa dipandang enteng.
Menurut data yang dirilis pemerintah, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 63 juta.
“Jika UMKM terganggu, maka daya beli masyarakat pun menurun. Dampaknya akan terasa hingga ke ke perusahaan menengah dan besar,” jelas Irwan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.