Sulit Capai Target 23 Persen di 2025, Bauran EBT Diprediksi 14,6 Persen Pada 2025
Hingga saat ini Indonesia masih bergantung pada energi fosil, padahal kebutuhan energi di negara ini terus meningkat
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia memegang komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada 2030 sebesar 29 persen, sesuai dengan Perjanjian Paris (Paris Agreement).
Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) serta didukung berbagai pihak termasuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah fokus untuk mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Perlu diketahui, hingga saat ini Indonesia masih bergantung pada energi fosil, padahal kebutuhan energi di negara ini terus meningkat.
Hal ini yang menjadi alasan diperlukannya pengembangan EBT untuk menjawab permasalahan lingkungan seperti gas rumah kaca.
Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material (TIEM) BPPT, Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), bauran EBT secara nasional ditargetkan 23 persen pada 2025, lalu 31 persen pada 2050.
Baca juga: Kebutuhan Energi Terus Meningkat, Ini Sederet Inovasi BPPT untuk Pengembangan EBT di Indonesia
Namun melihat kondisi yang ada saat ini, bauran EBT hanya mencapai 13,3 persen pada 2020.
"Sebanyak 23 persen capaian mix dari renewable energy (EBT) ini ditargetkan tahun 2025. Menurut BPPT, dengan perhitungan simulasi dan dengan kondisi existing yang sekarang, kita itu baru mencapai 13,3 persen di tahun 2020," ujar Eniya, dalam webinar BPPT bertajuk 'Kebijakan EBTKE Di Indonesia', Rabu (28/7/2021).
Baca juga: RI Bisa 100 Persen Terapkan Energi Terbarukan di 2050 Jika PLTU Distop Lebih Dini
Sehingga ia menilai cukup sulit untuk mencapai target bauran 23 persen pada 2025, karena prediksi bauran hanya berada pada kisaran 14,6 persen untuk 2025.
Baca juga: Potensi Energi Baru Terbarukan Indonesia Capai 417 GW, Tapi Baru Dimanfaatkan 2,5 Persen
"Prediksi di 2025 itu 14,6 persen, bahkan sampai 2030 kita berharap sampai naik ke 16 persen saja," papar Eniya.
Dia menyebut Menteri ESDM Arifin Tasrif bahkan telah meminta seluruh pihak untuk turut ambil bagian dalam upaya mencapai target bauran itu.
"Bahkan kemarin Pak Menteri (ESDM) yang hadir di hari pertama (Pekan Inovasi) menjelaskan bahwa perlu ada peningkatan peran dari semua pihak untuk mewujudkan target itu," kata Eniya.
Terkait target ini, Menteri ESDM Arifin Tasrif pun sempat menyampaikan dalam opening 'Pekan Inovasi Energi Baru dan Terbarukan Indonesia' pada Selasa kemarin, bahwa sangat sulit untuk mencapai angka yang ditargetkan untuk bauran EBT pada 2025.
Terlebih saat ini Indonesia juga tengah terdampak pandemi virus corona (Covid-19), meskipun negara ini memiliki potensi EBT yang cukup besar.
"Pada 2020, kontribusi EBT kita mencapai 11 persen dan kita punya target 2025 bisa capai 23 persen, target ini cukup berat karena saat ini kita mengalami dampak dari pandemi Covid-19," kata Arifin.
Hal yang sama disampaikan Kepala BPPT Hammam Riza, ia mengatakan bahwa hingga saat ini EBT belum dapat dimanfaatkan secara optimal.
"Potensi energi bsru dan terbarukan di Indonesia cukup tinggi, namun belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga belum dapat mencapai target bauran energi seperti diamanatkan dalam kebijakan energi nasional," kata Hammam.
Ia menjelaskan, Bahan Bakar Nabati (BBN), biomassa, bidro dan panas bumi masih mendominasi penyediaan EBT.
"Saat ini pemanfaatan EBT di sektor ketenagalistrikan masih didominasi oleh penggunaan tenaga air, kemudian diikuti oleh pemanfaatan panas bumi, biomassa, biodiesel dan tenaga surya," pungkas Hammam.