BPKN Catat Total Kerugian Konsumen Capai Rp 1 Triliun Lebih Selama 6 Bulan Terakhir
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat total kerugian konsumen selama enam bulan terakhir mencapai Rp 1 triliun lebih.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat total kerugian konsumen selama enam bulan terakhir mencapai Rp 1 triliun lebih.
Hal itu dikatakan Komisioner Penelitian dan Pengembangan BPKN Anna Maria Tri Anggraini yang mengatakan total kerugian konsumen sejak Januari hingga 22 Juli 2021 mencapai Rp 1,06 triliun. Angka kerugian yang fantastis itu terjadi di sejumlah sektor.
Baca juga: Soal PTM, BPKN: Keamanan Murid, Tenaga Pendidik, dan Lingkungan Sekolah Harus Jadi Prioritas
“Ini angka yang sangat fantastis dan perlu menjadi catatan bagi pemerintah terkait dengan kerugian yang dialami konsumen,” ujar Anna di Jakarta, dalam diskusi virtual, Kamis (29/7/2021).
Anna menjelaskan, kategori pengaduan konsumen paling tinggi terjadi pada jasa keuangan yakni 2.050 kasus, diikuti jasa e-commerce 364 kasus, perumahan 145 kasus, jasa telekomunikasi 36 kasus dan jasa transportasi 20 kasus.
Baca juga: BPKN Dalami Pemberitaan Financial Times Terkait Nestle dan Merek Lainnya
Atas banyaknya pengaduan itu, BPKN memberikan beberapa rekomendasi untuk menyelesaikan pelbagai persoalan terkait hak-hak konsumen. Salah satunya adalah memaksimalkan tindak lanjut dari pemilik jasa agar menyelesaikan keluhan konsumen yang dirugikan.
Sayangnya, berdasarkan data BPKN yang dikeluarkan sejak tahun 2005 sampai Juni 2021, tingkat atau jumlah tanggapan atau rekomendasi BPKN yang ditindaklanjuti pelaku jasa masih minim.
Anna mengungkapkan, dari 207 rekomendasi BPKN, hanya 46 yang mendapatkan respon dari penyedia jasa.
Sementara sisanya sebanyak 161 belum ditanggapi oleh pemerintah. Ia juga memaparkan beberapa isu yang perlu dicermati untuk menyelesaikan berbagai masalah atas perlindungan konsumen yang masih muncul dan terus berulang.
"Pertama, konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, serta keselamatan dalam penggunaan produk baik berupa barang maupun jasa. Oleh karena itu, pelaku usaha harus menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dari paparan virus Covid-19, serta memberikan kepastian akses informasi yang jelas dan lengkap untuk menghindari kasus insiden perlindungan konsumen," papar Anna.
Selain itu, penyedia jasa wajib memberi kepastian perlindungan terhadap data pribadi konsumen agar kepercayaan konsumen makin meningkat dan sering menggunakan jasa layanan publik.
"Kedua, konsumen memiliki hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tak diskriminatif sesuai dengan regulasi maupun peraturan perundangan yang berlaku," sambung Anna.
Untuk itu, konsumen berhak mendapatkan layanan secara baik dan tak diskriminatif sesuai UU tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) No 8 tahun 1999, hak terhadap aksesibilitas sesuai UU No 8 tahun 2016, serta hak pelayanan khusus konsumen rentan (disabilitas, orang tua, anak-anak, wanita hamil, dan lain-lain).
"Terkait tanggung jawab sepanjang rantai nilai layanan publik apabila terjadi insiden, pihak mana saja yang bertanggung jawab? Apakah pemilik platform? Pelaku usaha? ataukah tanggung jawab masing-masing Kementerian/Lembaga sebagai regulator," katanya.
Terakhir, Anna menegaskan jika penyedia platform perlu tahu jika konsumen memiliki hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Sehingga perlu ada tindak lanjut sesegera mungkin apabila konsumen merasa dirugikan.