Sistem COD Kerap Bermasalah, BPKN Ungkap Penyebab Utamanya
Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Anna Maria mengungkapkan kelebihan dan kelemahan dari sistem cash on delivery
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Anna Maria mengungkapkan kelebihan dan kelemahan dari sistem cash on delivery (COD).
Sistem COD yang menjangkau banyak masyarakat ini dinilai memang sangat pas untuk kondisi masyarakat Indonesia yang tidak semuanya memiliki akses perbankan.
“Kelebihannya lebih banyak, sehingga COD banyak diminati masyarakat yang hanya bisa membayar secara tunai,” ujar Anna Maria dalam Diskusi Publik Indonesia Consumer Club secara daring, Kamis (29/7/2021).
Baca juga: BPKN Catat Total Kerugian Konsumen Capai Rp 1 Triliun Lebih Selama 6 Bulan Terakhir
Namun, dia meski memiliki sejumlah kelebihan, ada beberapa hal penting yang perllu diperhatikan dalam sistem COD.
"Pertama, konsumen dapat memeriksa barang sebelum memutuskan akan membeli atau tak membeli. Kedua, jika barang tak sesuai, maka pembeli dapat langsung komplain atau membatalkan transaksi," terangnya.
"Kelebihan ketiga, tuturnya, COD dapat menghindari konsumen dari penipuan. Keempat, konsumen tak menanggung jasa pengiriman. Sedangkan kelebihan kelima, lanjutnya, adanya jaminan untuk konsumen bahwa toko daring tidak fiktif," tambah Anna.
Terakhir, lanjut Anna, COD yang banyak disediakan E-commerce di metode pembayaran dinilai lebih banyak mendatangkan pelanggan.
Anna mengatakan, meski memiliki banyak keunggulan yang pas dengan kultur masyarakat Indonesia, ia mengatakan sedikitnya ada empat poin kelemahan dari sistem COD.
Poin pertama adalah COD bisa bermasalah jika konsumen tak ada di lokasi penerimaan atau lokasi tak dapat ditemukan. Kedua, sistem tersebut areanya terjangkau, sehingga kurir sebagai pengantar paket sekaligus pihak yang dititipkan dalam pembayaran kerap kesulitan dalam menemui lokasi
Kekurangan ketiga, tak semua jenis barang dapat menggunakan mekanisme COD, terutama barang yang memiliki keterbatasan waktu layak pakai. Terakhir, penjual harus siap dengan pembatalan atau keluhan dari konsumen.
“Ini dari sisi dari pelaku usaha tentu saja kelemahannnya. Karena COD juga membutuhkan perpanjangan tangan dari pihak ketiga seperti kurir,” tuturnya.
Dia mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang (UU), terdapat kewajiban konsumen yang harus dipenuhi. Yaitu, mengikuti petunjuk informasi dan proses pemakaian, beriktikad baik, membayar sesuai kesepakatan, dan mengikuti penyelesaian sengketa jika terjadi persoalan hukum.
Sementara bagi pelaku usaha, mereka wajib menerima pembayaran, mendapatkan perlindungan hukum, hak rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan pelaku usaha, serta pembelaan diri jika terjadi persoalan hukum sengketa.