Mahmudi: Isu Lingkungan Paling Krusial di Industri Tambang
Julukan perusak lingkungan kerap diberikan sebagian masyarakat kepada industri pertambangan.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Julukan perusak lingkungan kerap diberikan sebagian masyarakat kepada industri pertambangan.
Hal tersebut dinilai Wakil Kepala Teknik Tambang/Health, Safety, Environment (HSE) Departement Head PT Bara Tabang Mahmudi, menjadi tantangan yang utama di dunia pertambangan.
"Tantangan di tambang sendiri, isu krusial adalah masalah lingkungan. Ini jadi sangat sensitif," kata Mahmudi saat Webinar yang digelar Tribunnews.com bertema 100 Anak Tambang Menulis untuk Bangsa, Rabu (11/8/2021).
Baca juga: Bos PT Bukit Asam: Menambang Itu Tak Rusak Lingkungan, Tapi Ciptakan Peradaban Baru
Menurutnya, industri pertambangan tidak pernah berhenti menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan tidak sekadar mengambil sumber daya yang ada di bawah tanah, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan.
"Kalau namanya menambang, rona permukaanya pasti berubah dari rona awal. Tapi bagaimana meminimalkan kerusakan yang terjadi dengan cara melakukan reklamasi vegetasi dari yang sudah dilakukan penambangan, sehingga kembali jadi hijau," tuturnya.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR RI: Penegakan Hukum Terhadap Persoalan Pertambangan Sangat Penting
Direktur Utama PT Bukit Asam (Persero) Suryo Eko Hadianto menyebut kegiatan pertambangan mampu menciptakan peradaban baru yang lebih baik di masa depan.
"Tambang itu berguna bagi lingkungan, tambang itu membangun peradaban, tambang bangun kesejahteraan, dan justru tambang membangun masa depan lebih baik," ujar Eko.
Baca juga: Kementerian BUMN Konsisten Dukung Gernas BBI di Lingkungan BUMN
Menurutnya, kegiatan pertambangan hanya merubah rona atau permukaan awal dan kemudian menggali ke dalam, seperti bentuk bola terus dilubangi ke arah dalam.
"Itu menambang, tapi semua orang mencibir itu merusak lingkungan. Tapi kalau arsitek atau teknik sipil bangun gedung setinggi langit, itu juga merubah rona awal tapi bentuknya ke atas," paparnya.
"Semua orang tepuk tangan, padahal kalau bangun gedung ke atas paling banter untuk perkantoran atau mal. Jadi menurut persepsi saya, ada ketidakadilan dalam menilai orang tambang," sambung Eko.