Antonius Widiarso Bicara Keekonomian Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Dalam kurun waktu 2018 hingga 2020, pertumbuhan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terbilang signifikan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam kurun waktu 2018 hingga 2020, pertumbuhan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terbilang signifikan.
Sekitar 1000% pertumbuhannya jika dilihat dari volume pelanggan yang menggunakan PLTS.
Jika pada 2018 baru sekitar 350 pelanggan, maka jumlah pelanggan PLTS di tahun 2020 mencapai sekitar 4000 pelanggan.
Antonius Widiarso, Wakil Sekjen Maskeei (Masyarakat Konservasi dan Efisiensi Energi Indonesia), mengatakan hal tersebut di Jakarta, Kamis (19/8/2021).
"Tentunya bukan tanpa sebab sehingga peningkatan jumlah pengguna ini dapat terjadi. Tidak lain salah satunya adalah karena keuntungan yang didapat dari penggunaan PLTS, yang saat ini tidak hanya sebatas untuk skala pembangkit berskala besar dan terpusat , namun juga untuk sektor rumah tangga," ujarnya.
Dengan kata lain, menurut dia, aplikasi PLTS telah dapat digunakan di semua seluruh sektor.
Jika sebelum tahun 2010, PLTS sebatas mendatangkan keuntungan yang bersifat tidak langsung.
"Salah satunya adalah sebagai listrik yang ramah lingkungan karena tidak adanya jejak karbon dalam proses produksi menghasilkan listrik," katanya.
Baca juga: Transisi Penggunaan BBM ke Energi Listrik di Sektor Transportasi Butuh Waktu Lama
Di sisi lain, menurut Antonius Widiarso, terdapat sumber energi lain yang tereduksi bahkan tergantikan yaitu sumber energi fosil yang telah kian lama sebagai sumber energi primadona namun sifatnya lambat laun destruktif terhadap alam dengan emisi gas rumah kacanya.
"Tindakan nyata Indonesia salah satunya tertuang dalam RUEN ( Rencana Umum Energi Nasional ) dimana target pengurangan emisi gas rumah kaca yaitu di 745 juta ton CO2e pada tahun 2030," katanya.
Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, Ditjen PPI Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Emma Rachmawaty mengatakan bahwa sektor energi merupakan kontributor kedua penyumbang emisi gas rumah kaca di Indonesia.
Di saat yang bersamaan, lanjut Antonius Widiarso, sektor energi juga menjadi kontributor kedua dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sehingga perlu melakukan upaya signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
"Dan dalam kurun waktu 2 - 3 tahun terakhir, teknologi telah berkembang sedemikian pesat sehingga pengembangan sistem PLTS mendatangkan keuntungan bagi pemilik tidak hanya secara tidak langsung seperti dipaparkan diatas, tetapi juga secara langsung," katanya.
Menurut Antonius Widiarso, jika sebelum tahun 2010, penggunaan komponen baterai wajib ada yang berdampak harga energi (dalam kWh ) menjadi sangat tidak kompetitif, maka dalam kurun waktu 2 – 3 tahun terakhir adalah sebaliknya.