Antonius Widiarso Bicara Keekonomian Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Dalam kurun waktu 2018 hingga 2020, pertumbuhan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terbilang signifikan.
Editor: Hasanudin Aco
Dijelaskan bahwa tentunya setiap fungsi bangunan memiliki prioritasnya masing – masing, tergantung dari fungsi dan peruntukan bangunannya dan peruntukan bangunan yang tidak mengenal kompromi terhadap reliabilitas listrik salah satunya adalah pada sektor data center, dan hal ini perlu perlakuan yang khusus dan lebih besar di sisi investasi untuk jaminan power yang lebih berkualitas.
"Lantas jika tujuannya adalah untuk efisiensi biaya listrik, berapa besar keuntungan yang didapat oleh pengguna PLTS?" tanya Antonius Widiarso.
Dikatakan bahwa dari daftar besaran Tarif Dasar Listrik (TDL) PLN resmi dari Kementerian ESDM pada rentang April – Juni 2021, TDL untuk sektor rumah tangga ( TR = Tegangan Rendah ) dari mulai kapasitas 900VA sampai dengan lebih dari 6.600VA adalah Rp. 1.444,70 / kWh, termasuk pada sektor bisnis sampai dengan kapasitas 200kVA.
Dan untuk sektor bisnis dan industri yang berkapasitas lebih dari 200kVA, maka TDL nya per kWh adalah di Rp. 1.114,74.
Menurutnya jika dalam satu rumah di daerah Jakarta melakukan investasi lengkap pengadaan termasuk pemasangan PLTS sebesar Rp. 54 juta dengan kapasitas 3.000 Watt, maka dengan TDL PLN sebesar Rp. 1.444,70 per kWh memiliki payback period selama kurang lebih 8 tahun.
"Pertanyaannya adalah apakah mungkin TDL PLN selalu flat setiap tahunnya ? Tentunya tidak. Jika rata – rata inflasi adalah 5% per tahun, artinya adalah terdapat kenaikan rata – rata TDL PLN sebesar 5% setiap tahunnya. Jika komponen inflasi ini dihitung, maka payback period investasi PLTS menjadi sekitar 5 sampai dengan 6 tahun saja," kata Antonius Widiarso.
Apa yang terjadi setelah payback period?
Menurutnya inilah arti “merdeka” yang sesungguhnya.
"Saya mengucapkan selamat kepada para pengguna PLTS karena listrik menjadi gratis seumur hidup dari hasil listrik yang dihasilkan oleh kapasitas PLTS yang telah terpasang, dan menjadi tidak terlalu sensitif terhadap pergerakan inflasi tarif dasar listrik yang senantiasa mengalami kenaikan karena konsumsi listrik dari PLN menjadi berkurang sebagai dampak dari sinergi listrik yang dihasilkan oleh PLTS," kata Antonius Widiarso.
Bagaimana dengan sektor industri ?
Menurutnya di masa pandemi covid-19 yang melanda hampir di seluruh sektor tak terkecuali sektor industri selama hampir 2 tahun ini, melakukan upaya efisiensi di sisi operasional bukanlah menjadi pilihan namun sudah dan akan menjadi suatu hal yang mandatory agar dapat bertahan dan bahkan tetap mendapatkan profit.
"Khusus untuk sektor industri, memiliki ciri khusus yang membedakan daripada sektor lainnya yaitu memiliki ketersediaan lahan atap yang luas. Jika sebelumnya atap bangunan industri sebatas berperan sebagai building envelope, dengan adanya fungsi lain yaitu untuk peletakan panel surya maka bangunan industri menjadi potential spot untuk menghasilkan kapasitas PLTS yang cukup besar. Hal ini seiring dengan kebutuhan listrik sektor industri yang juga tidak kecil," kata Antonius Widiarso.
Dikatakan bahwa jika kembali mengacu kepada dapat diaplikasikannya PLTS dengan ketiadaan komponen baterai, maka hal ini dapat dikatakan sebagai game changer bagi kebanyakan sektor industri untuk melakukan upaya efisiensi dengan dampak keuntungan secara langsung.
"Karena sifatnya yang bulky untuk kapasitas panel surya yang dapat dipasang di atap, maka terbuka opsi bagi pemilik bangunan industri untuk melakukan pengadaan dan pemasangan PLTS tanpa CapEx dengan tetap mendapatkan efisiensi untuk biaya energi listrik," katanya.