Para Ekonom Bahas Dampak Ekonomi Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan
Menurutnya, apabila dilihat dari cost-benefit analysis, dampak ekonomi pemindahan tersebut memang ada namun tidak terlalu signifikan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menyoroti urgensi pemindahan dan membedah dampak pemindahan Ibukota Negara dari Jakarta ke Kalimantan terhadap makro ekonomi nasional.
Menurutnya, apabila dilihat dari cost-benefit analysis, dampak ekonomi pemindahan tersebut memang ada namun tidak terlalu signifikan.
“Dalam konteks membuat prioritas kebijakan, kita dihadapkan pada konseptualisasi trade off atau opportunity cost. Apakah efektif dan efisien memindahkan ibu kota di tengah digitalisasi saat ini?," ujar Fithra, webinar yang digelar The Indonesia Democracy Initiative (TIDI), Kamis (19/8/2021).
Fithra menilai, apabila dilihat dari biaya yang dikeluarkan dengan memindahkan Ibukota Negara tidak terlalu signifikan memberikan dampak ekonomi secara nasional.
Baca juga: JK Ungkap Motivasinya Kerap Terjun dalam Berbagai Upaya Resolusi Konflik di Dalam dan Luar Negeri
“Saya hitung dampak ekonomi dalam konteks ini dampaknya terhadap GDP itu angkanya diantara 0.05% - 0.1%, ia ekonomi tumbuh, tetapi tidak terlalu besar,” sambungnya.
Dari simulasi yang dilakukan, Fithra menilai biaya pemindahan Ibukota Negara sebesar Rp480 triliun di masa pandemi alangkah lebih baik digunakan untuk pemulihan ekonomi, menambah bansos, subsidi industri.
Dia beranggapan mengeluarkan uang memiliki konsekuensi, terutama dengan kondisi masa pandemi dimana limited resources dan pemerintah harus melakukan pilihan.
Baca juga: Ketua DPR Ingatkan Pemerintah Segera Siapkan Infrastruktur Ketahanan Kesehatan untuk Masyarakat
“Pemindahan ibu kota memerlukan planning konseptual berdasarkan kontemplasi empiris. Sebab, kita menggunakan uang masyarakat yang harus digunakan secara efisien. Kalau tidak, Incremental capital-output ratio Indonesia akan berasa di level terburuk di ASEAN," ungkapnya.
Sementara itu, ekonom Universitas Paramadina Handi Risza Idris mempertanyakan rencana pemindahan Ibukota Negara apakah dilakukan secara matang dan melibatkan seluruh pihak terkait atau hanya sebatas kepentingan elit politik saja.
“Apakah pemindahan ibu kota ini berdasarkan kajian alamiah mendalam pemerintah dengan melibatkan seluruh stakeholders yang ada atau sekedar keinginan pemimpin untuk membuat monument sebagai legasi kepemimpinanya?” tanya Handi.
Baca juga: ABJ: Mental Pak Jokowi Memang Tangguh
Handi turut membahas kelayakan sektor ekonomi pemindahan Ibukota Negara. Menurutnya kondisi perekonomian Indonesia dalam masa pandemi ini mengalami ketidakpastian, sehingga ini mempengaruhi kondisi fundamental ekonomi Indonesia.
“Semua indikator ekonomi beberapa tahun terakhir anjlok, bahkan kita masuk ke dalam perangkap resesi ekonomi," katanya.
Handi menambahkan pemindahan Ibukota Negara di saat pandemi harus dikaji secara matang, karena kondisi ekonomi yang stagnan serta beban hutang negara yang sangat besar.
“Kebijakan pemindahan ibu kota perlu dipertimbangkan secara matang karena kita masih berada di situasi ketidakpastian dan stagnansi ekonomi, beban hutang, serta ketimpangan," pungkasnya.