Dorong Produktivitas Ekonomi Perempuan, Ini yang Dilakukan PGE
Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang terus melakukan kegiatan tanggung jawab perusahaan dalam hal ESG
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang terus melakukan kegiatan tanggung jawab perusahaan dalam hal Environment, Social, and Governance (ESG).
Seperti diketahui, ESG menjadi faktor utama untuk mengukur tingkat keberlanjutan dan dampak sosial dari investasi yang sudah dilakukan perusahaan.
Tidak hanya itu, penerapan ESG, khususnya dari sisi environmental (lingkungan), sebagai wujud dari sebuah perusahaan dalam mendukung implementasi green economic.
Baca juga: Dukung Pemulihan Lahan Kritis di Kabupaten Tasikmalaya PGE Bantu Ribuan Bibit Pohon
Salah satu yang dilakukan PGE yaitu, mendukung aktivitas Wanita Mandiri yang didirikan oleh Yanti Lidiati (55), yang berasal dari Desa Lampegan, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.
Berawal pada 2011, saat Yanti harus merawat ibunya, Tjitjih Rukarsih, yang sakit. Di sela-sela merawat sang ibu, Yanti memperhatikan sejumlah ibu yang tidak banyak beraktivitas dan cenderung ngobrol ngalor-ngidul. Ia menilai ibu-ibu itu seharusnya bisa menghasilkan uang ketimbang ngerumpi.
Pada 2016, ia membentuk kelompok bernama Wanita Mandiri dengan anggota tujuh orang. Pelan-pelan dia membimbing para ibu untuk memulai usaha menjahit. Mereka mulai fokus membuat blazer dengan bahan sarung premium. Produknya diberi merek It’s Blazer Ibun.
“Desainnya saya yang buat, ibu-ibu itu yang mengerjakan,” kata Yanti.
Baca juga: Langkah PGE Menuju World Class Green Energy Company
Lama-kelamaan, usaha para ibu membuahkan hasil. Mereka pun bisa mendapatkan penghasilan lebih. Kesuksesan itu beredar dari mulut ke mulut dan menarik lebih banyak perempuan untuk bergabung di Wanita Mandiri. Kelompok itu pun beranggota hampir 50 orang.
Namun, Yanti tidak serta-merta menerima mereka. Ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu para perempuan harus mau menempuh pendidikan paket B dan C atau setara SMP dan SMA. Persyaratan itu muncul karena mayoritas ibu yang tinggal di Desa Lampegan hanya berpendidikan sekolah dasar. “Kalau mereka bersedia ambil paket B atau C, saya berjanji mendampingi wirausahanya,” ucap Yanti.
Aktivitas Wanita Mandiri menarik perhatian PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang. Perusahaan itu lantas memberikan bantuan berupa mesin jahit. Dengan begitu, produktivitas ibu-ibu kian meningkat.
Corporate Secretary PT PGE, Muhammad Baron, mengatakan korporasinya juga berupaya mengembangkan kapasitas kelompok tersebut.
“Caranya dengan mengadakan pelatihan pengelolaan kewirausahaan, pelatihan marketing, peningkatan kapasitas, dan mendukung promosi produk Wanita Mandiri dengan mengadakan pameran,” kata Baron. Selama hampir lima tahun berdiri, Wanita Mandiri pun telah mengikuti sekitar 30 pameran, baik nasional maupun internasional.
Belakangan, Wanita Mandiri memperluas bidang usahanya di sektor kuliner dan kerajinan tangan. Untuk kuliner, misalnya, kelompok itu membuat keripik dan kue bolen. PGE pun kembali memberikan bantuan berupa peralatan pendukung kepada setiap anggota Wanita Mandiri, sesuai dengan produk yang dihasilkan. “Bantuan dari PGE membuat produktivitas ibu-ibu meningkat,” ucap Yanti.
PGE Area Kamojang sebelumnya juga ikut membantu ibunda Yanti, Tjitjih Rukarsih. Perusahaan itu mendukung kegiatan kejar paket A, B, dan C yang diadakan oleh Yayasan Pendidikan An Nur. Yayasan itu didirikan oleh Tjitjih pada 2004. PGE bahkan ikut mendirikan bangunan sekolah untuk membantu mengurangi buta huruf.
Rangkul Anak Punk
Selain Wanita Mandiri, Yanti juga membantu anak punk yang sering berkumpul di Alun-alun Majalaya. Lama-kelamaan, anak punk yang dibina Yanti bertambah hingga 25 orang dan lebih dari separuhnya terbilang aktif.
Mereka pun kerap berkumpul di gazebo yang dibangun atas bantuan PT Pertamina Geothermal Energy. Yanti mempunyai program Wani Robah, khusus membina anak punk.
Menurut Yanti, sejumlah anak punk—yang kerap diidentikkan dengan anak nakal dan sulit diatur—mulai rajin beribadah. Awalnya, mereka enggan masuk masjid karena sebagian tubuh mereka dipenuhi tato.
“Saya ingatkan mereka, tetaplah beribadah karena Tuhan akan melihat semua niat baik mereka,” kata Yanti.