Dukung Paris Agreement, Agra Surya Akan Bangun PLTS di Komplek DPR
Perusahaan swasta PT Agra Surya Energy akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di kawasan DPR/MPR RI Senayan.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan swasta PT Agra Surya Energy akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di kawasan DPR/MPR RI Senayan.
Kerjasama pembangungan PLTS berkapasitas 2 Megawatt (MW) berlangsung Selasa (31/8/2021) yang ditandatangani Sekertaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar dan Direktur PT Agra Surya Energy Harvey Tjokro.
Seluruh biaya pemasangan PLTS Atap di Kawasan DPR/MPR RI merupakan investasi 100% dari PT Agra Surya Energy dan akan diserahkan sebagai milik Sekertariat Jenderal DPR RI pada waktunya.
"Pembangunan PLTS Atap di Kawasan DPR/MPR RI ini adalah sebuah kehormatan dan kepercayaan yang besar untuk meningkatkan energi baru terbarukan dan penurunan gas rumah kaca sebagaimana komitmen Indonesia pada Paris Agreement," papar Harvey Tjokro.
Sementara Indra Iskandar menyebut PLTS Atap ini akan berdampak langsung dalam penghematan biaya operasional, memberikan semangat dan dorongan secara luas untuk menggunakan energi ramah lingkungan atau Green Energy di Indonesia.
Baca juga: Kapasitas PLTS Atap Ditingkatkan, Nilai Penerimaan Bisa Capai Rp 1,54 Triliun
"Selain itu PLTS Atap juga sebagai publikasi penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) Indonesia bagi dunia internasional," ujarnya.
Selain PLTS Atap, PT Agra Surya Energy juga akan membangun Monumen Energi Surya Indonesia di salah satu lokasi di Kawasan DPR/MPR RI, yang direncanakan akan selesai pada akhir tahun 2021.
Monumen Energi Surya Indonesia akan menghasilkan 156 KWp.
Pembangunan PLTS bagian dari komitmen Paris Agreement tentang Perubahan Iklim tahun 2015 di Paris.
Paris Agreement merupakan perjanjian dalam Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
Bentuk komitmen Indonesia dalam mendukung Paris Agreement tersebut adalah diperlukannya transisi energi primer seperti fosil menjadi energi ramah lingkungan yakni mengunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) sesuai amanah PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.