Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Mulai 1 Januari 2022 Pemerintah Siapkan Tax Amnesty Jilid II

Masyarakat tak perlu khawatir karena pemerintah dan DPR sepakat tetap melindungi bahkan memperkuat keberpihakan.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Mulai 1 Januari 2022 Pemerintah Siapkan Tax Amnesty Jilid II
Pixabay/stevepb
Ilustrasi pajak 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyepakati pembahasan Tingkat I Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).

Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR, Dolfie O.FP, pembahasan RUU HPP sudah selesai tahap I. RUU itu juga sudah diparaf berbagai pihak yang terkait.

Selanjutnya RUU itu akan dibawa ke sidang paripurna untuk disahkan.

"Sudah selesai tahap I. RUU sudah diparaf oleh pimpinan komisi, kapoksi, dan wakil pemerintah," kata Dolfie yang juga merupakan Pimpinan Panja RUU HPP.

Senada dengan Dolfie, selesainya pembahasan RUU KUP di DPR juga disampaikan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo melalui akun Istagram pada Kamis (30/9/2021).

"Laskar KUP! Kerja panjang nan melelahkan, tapi sekaligus menyenangkan dan membanggakan ini sudah mendekati ujung. Semalam (Rabu, 29 September 2021) Raker Komisi XI menyetujui RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (sebelumnya RUU KUP) dibawa ke Paripurna untuk disahkan menjadi UU," tulis Yustinus.

Yustinus mengatakan, pembahasan RUU KUP dilakukan dengan kerja marathon tanpa jeda.

Berita Rekomendasi

"Proses yang deliberatif, diskursif, dan dinamis ini mendekati ujung yang benderang," kata dia.

Yustinus juga menegaskan, RUU KUP ini jadi persembahan baik bagi Indonesia dan masyarakat luas.

Ia menyatakan masyarakat tak perlu khawatir karena pemerintah dan DPR sepakat tetap melindungi bahkan memperkuat keberpihakan.

"Semoga RUU KUP segera disahkan di Paripurna DPR dan dapat diimplementasikan dengan baik," kata dia.

Baca juga: Ditjen Pajak Luncurkan Meterai Elektronik, Ini Perbedaannya dengan Meterai Tempel

Salah satu yang diatur dalam RUU KUP adalah pengampunan pajak atau tax amnesty.

Jika tidak ada aral melintang, program tax amnesty akan digelar pada 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.

Program Tax Amnesty tercantum dalam Pasal 5 RUU KUP.

Hal ini bisa dilakukan selama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum menemukan data dan informasi mengenai harta tersebut.

Mengutip dokumen yang sudah beredar di publik, Jumat (1/10/2021), harta yang dapat diungkapkan itu merupakan nilai harga dikurangi nilai utang.

Hal itu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Harta yang dimaksud tepatnya adalah aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015.

Sementara, harta bersih dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final. PPh final itu akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.

Sebagai gambaran, 6 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi baru terbarukan (EBT), serta surat berharga negara (SBN).

Lalu, 8 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN.

Selanjutnya, 6 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan bahwa akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia serta diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN.

Sementara, 8 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan dialihkan ke Indonesia, tetapi tak diinvestasikan ke sektor SDA, EBT, dan SBN.

Kemudian, 11 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dan tak dialihkan ke Indonesia.

Untuk nilai harta yang akan dijadikan pedoman menghitung besarnya jumlah harta bersih, maka akan ditentukan dari segi nilai nominal, objek yang ditetapkan pemerintah, nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) untuk emas dan perak, nilai yang dipublikasikan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran, serta nilai yang dipublikasikan PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN.

"Sesuai kondisi dan keadaan harta pada akhir tahun pajak terakhir," bunyi aturan tersebut.

Baca juga: Sarmuji: Tax Amnesty Mampu Dorong Kepatuhan Wajib Pajak

Lebih lanjut wajib pajak yang ingin mengungkapkan harta bersih bisa melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta.

Surat disampaikan kepada DJP sejak 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022. Wajib pajak juga harus melampirkan beberapa dokumen, seperti bukti pembayaran PPh final, daftar rincian harta dan informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke Indonesia, pernyataan akan menginvestasikan harta bersih untuk sektor SDA, EBT, serta SBN.

Kemudian, DJP akan menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan tersebut.

Jika ditemukan ketidaksesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dan keadaan sebenarnya, maka DJP dapat merevisi atau membatalkan surat keterangan tersebut.

Wajib pajak yang sudah mendapatkan surat keterangan dari DJP tidak akan dikenai sanksi administratif.

Namun, untuk ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengungkapan harta bersih akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).

Dalam Pasal 7, wajib pajak yang mengalihkan harta bersih ke Indonesia harus dilakukan maksial 30 September 2022.

Kemudian, wajib pajak yang menyatakan akan menginvestasikan harta bersih pada sektor SDA, EBT, dan SBN harus dilakukan paling lambat 30 September 2023.

"Investasi harta bersih wajib dilakukan paling singkat lima tahun sejak diinvestasikan," tulis aturan itu.

Sementara, wajib pajak orang pribadi juga dapat mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta yang disampaikan ke DJP mulai 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.

Wajib pajak yang menyampaikan surat pemberitahuan harus memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), membayar PPh final, dan menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak 2020.

Selain itu, wajib pajak orang pribadi juga harus mencabut beberapa permohonan, seperti pengembalian kelebihan pembayaran pajak, pengurangan atau penghapusan sanksi administratif, pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar, keberatan, pembetulan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali.

Nantinya, DJP akan memberikan surat keterangan atas penyampaian surat pengungkapan harta oleh wajib pajak orang pribadi.

Wajib pajak orang pribadi yang mendapatkan surat itu, maka berlaku tak diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan untuk tahun pajak 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020.(tribun network/mam/yov/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas