Faisal Basri Ingatkan Jokowi: Negara Bisa Bangkrut Jika Tak Lakukan Upaya Luar Biasa
Awalnya, Faisal menyebut kebangkrutan Indonesia bermula dari sejumlah proyek dari dana APBN dengan nilai besar, tetapi nilai imbal hasil yang kecil
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
"Boston Consulting Group ini dibayar Bappenas bekerja untuk dua minggu senilai 150 ribu dolar AS, menolak dua proposal (proyek kereta cepat Jakarta - Bandung)," paparnya.
"Tapi Rini Soemarno (Menteri BUMN saat itu) yang berjuang (agar proyek kereta cepat berjalan). Menteri lainnya banyak menolak, tapi Rini ngotot," sambung Faisal.
Baca juga: Faisal Basri : Proyek KCJB Bisa Berdampak pada Citra Presiden Jokowi di Akhir Jabatan
Adanya kesalahan langkah tersebut, kata Faisal, masyarakat kini menjadi korbannya karena harus ikut membiayai proyek kereta cepat Jakarta - Bandung melalui APBN.
"Sebentar lagi rakyat membayar kereta cepat, yang barangkali ongkosnya Rp 400 ribu sekali jalan, dan diperkirakan sampai kiamat pun tidak balik modal," ujar Faisal.
Selain itu, Faisal juga menyebut proyek Bandara Kertajati di Majelengka, hingga LRT di Palembang, hanya sebagai penghaburan uang negara karena tidak ada manfaatnya.
"Bandara Kertajati lebih baik barang kali jadi gudang ternak saja. Kemudian, Pelabuhan Kuala Tanjung dibangun dekat Belawan, lalu LRT di Palembang," paparnya.
Diketahui, Presiden Jokowi mengubah komitmennya di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Baca juga: Jokowi akan Bangun Green Industrial Park Pertama di Dunia
Pada awalnya, Jokowi ingin proyek tersebut tidak memakai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tapi saat ini dapat menggunakan anggaran negara.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung, Jokowi memberikan izin dana APBN dipakai untuk mendukung pembangunan proyek tersebut.
Kebijakan ini diambil karena pembangunan infrastruktur satu ini terkendala dan biaya proyeknya membengkak.
Estimasinya, kebutuhan dana proyek semula sekitar 6,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) melonjak jadi 8 miliar dolar AS atau Rp114,24 triliun.