Faisal Basri : Proyek KCJB Bisa Berdampak pada Citra Presiden Jokowi di Akhir Jabatan
Faisal menilai proyek tidak sepadan dengan rencana proyek strategis nasional rutenya melewati pengembang properti kelas kakap
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan, proyek kereta cepat Jakarta Bandung (KCJB) sedang di ambang situasi sulit apakah tetap berlanjut atau mangkrak.
Agar bisa berjalan maka suntikan APBN melalui Perpres No.93 tahun 2021 merupakan langkah tepat proyek tersebut tetap berlanjut.
Namun Faisal mengingatkan proyek ini bisa berdampak langsung pada citra Presiden Joko Widodo di akhir jabatan.
"Ini semua kalau kita biarkan, kasihan Pak Jokowi.
Jadi Pak Jokowi nanti selesai, banyak proyek mangkrak. Dicaci maki lagi dengan rezim penggantinya," kata Faisal, Selasa (12/10/2021).
Faisal menilai proyek tidak sepadan dengan rencana proyek strategis nasional.
Ia menilai rute kereta cepat juga melewati sejumlah kawasan pengembang properti kelas kakap.
Sebut saja Lippo Group di kawasan Cikarang dan Summarecon Group di Bandung Jawa Barat.
Baca juga: Kereta Cepat Akan Dibiayai APBN, Wakil Ketua MPR Tegaskan Proyek Harus Diaudit Dulu oleh BPK
"Ini sebetulnya proyek properti atau proyek kereta," tanya Dosen FE Universitas Indonesia tersebut.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai nasib Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sama dengan LRT Jabodebek.
Pemerintah mengucurkan modal agar proyek bisa selesai tepat waktu.
"Awalnya begitu (janjinya). Tapi saat dikerjakan BUMN karya yang belum pengalaman akhirnya pemerintah juga harus turun tangan.
Sebelumnya juga terjadi di LRT Jabodetabek," jelas Djoko dalam keterangannya.
Pendanaan dua proyek ini akhirnya banyak bergantung pada PT KAI (Persero).
Pemerintah akhirnya menyuntikan penyertaan modal negara (PMN) yang jumlahnya tidak sedikit.
Djoko bilang kontraktor LRT Jabodetabek, PT Adhi Karya (Persero) Tbk mengalami kesulitan pendanaan.
"Membangun perkeretaapian sekaligus infrastrukturnya tak semudah membangun infrastruktur jalan raya seperti tol. Karenanya banyak investor swasta tertarik membangun jalan tol," imbuhnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil sempat menegaskan proyek KCJB tidak memakai dana APBN.
Ada dua alasan APBN tidak diperlukan.
Pertama, perlambatan perekonomian Indonesia akibat kondisi ekonomi global mempengaruhi postur anggaran.
Kedua, proyek kereta cepat dinilai kurang tepat dengan program Nawacita yang bermaksud membangun Indonesia mulai dari pinggiran.
"Kebutuhan dana investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung lumayan besar, yakni sekitar Rp 60 triliun.
Kami akan memanfaatkan anggaran pemerintah untuk yang paling dibutuhkan," kata Sofyan di kantornya kala itu. (Tribun Network/Reynas Abdila)