Harga Mahal, Industri Dinilai Butuh Transisi Menuju Mobil Listrik
Industri otomotif nasional dinilai membutuhkan transisi sebelum menuju battery electric vehicle (BEV) atau kendaraan listrik.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Industri otomotif nasional dinilai membutuhkan transisi sebelum menuju battery electric vehicle (BEV) atau kendaraan listrik.
Sebab, perubahan mobil dari mesin pembakaran internal atau internal combustion engine/ICE ke BEV sangat radikal.
Karena itu, akan mengubah struktur industri otomotif nasional, mulai dari pemanufaktur, pemasok komponen, hingga konsumen.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai, diperlukan transisi alami dari ICE ke BEV, seperti halnya pergeresan dari transmisi manual ke otomatis.
Baca juga: Ketua IMI Janji Hadirkan Motor Listrik Murah, Bamsoet: BSE Harganya di Bawah Rp 10 Juta
Ketua V Gaikindo Shodiq Wicaksono mengatakan, hal ini untuk menghindari dampak negatif perubahan struktur industri otomotif.
"Dari sisi konsumen, harga BEV saat ini terlalu mahal, Rp 600 juta. Sedangkan, daya beli masyarakat Indonesia untuk mobil masih di bawah Rp 300 juta," ujarnya dalam acara "Quo Vadis Industri Otomotif Indonesia di Era Elektrifikasi", Jumat (15/10/2021).
Shodiq menjelaskan, itu juga artinya terdapat selisih Rp 300 juta yang harus dipersempit untuk mendongkrak penjualan BEV.
Sementara di sisi industri komponen, perubahan dari ICE akan BEV akan mendisrupsi sebanyak 47 persen perusahaan.
Baca juga: Bos IMI: Harga Sepeda Motor Listrik Idealnya di Bawah Rp 15 Juta
"Pilihan mereka ada dua, tutup atau beralih membuat komponen-komponen BEV. Namun, membuat komponen membutuhkan investasi baru dan juga pengembangan sumber daya manusia (SDM)" kata dia.
Itu sebabnya, industri komponen lebih memilih transisi dari ICE ke mobil hibrida atau hybrid elecric vehicle (HEV) dan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) sebelum masuk BEV.
Menurutnya, masa transisi tersebut dapat dimanfaatkan industri komponen untuk membangun kompetensi karena Indonesia membutuhkan mobil listrik, seiring terus menurunnya pasokan bahan bakar fosil.
Kemudian, Shodiq menambahkan, BEV bisa mendorong pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi EV dan menurunkan emisi gas buang.
"Apalagi, pemerintah sudah menetapkan target 25 persen mobil yang dijual pada 2025 merupakan mobil listrik," pungkasnya.