Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Polemik Tes PCR Bagi Penumpang Pesawat, Projo Minta Hapus Kebijakan, PAN Khawatir Ada Mafia

Pelaku perjalanan yang menggunakan transportasi udara harus menunjukkan bukti negatif virus corona (Covid-19) dengan tes polymerase chain reaction

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Polemik Tes PCR Bagi Penumpang Pesawat, Projo Minta Hapus Kebijakan, PAN Khawatir Ada Mafia
Warta Kota/Nur Ichsan
Suasana kesibukan penumpang pesawat di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Rabu (20/10/2021). Polemik Tes PCR Bagi Penumpang Pesawat, Projo Minta Hapus Kebijakan, PAN Khawatir Ada Mafia 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menetapkan kebijakan baru bagi pelaku perjalanan domestik yang menggunakan moda transportasi udara.

Pelaku perjalanan yang menggunakan transportasi udara harus menunjukkan bukti negatif virus corona (Covid-19) dengan tes polymerase chain reaction (PCR) yang berlaku 2x24 jam.

Aturan itu mulai berlaku pada 24 Oktober 2021 mendatang.

Kebijakan tersebut mendapat penolakan keras dari berbagai kalangan. Mulai dari Projo hingga anggota DPR RI.

PROJO mendesak Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 segera meninjau kewajiban tes PCR Covid-19 di tengah animo masyarakkat yang besar untuk mengikuti vaksinasi.

"PROJO aktif melakukan percepatan dan perluasan vaksinasi gratis untuk rakyat. Tapi kami kecewa dengan kewajiban tes PCR," kata Ketua Satgas Gerakan Nasional Percepatan Vaksinasi Covid-19 DPP PROJO, Panel Barus, dalam pernyataannya pada Jumat (22/10/2021).

Panel Barus menjelaskan bahwa di kalangan masyarakat muncul banyak pertanyaan mengenai efektifitas tes PCR jika dikaitkan dengan vaksinasi.

Baca juga: Ketua Satgas IDI Dukung Aturan Wajib PCR bagi Penumpang Pesawat

Berita Rekomendasi

Menurut dia, vaksinasi telah digalakkan dan datanya bisa diakses via aplikasi PeduliLindungi.

Namun, bukti telah divaksin tidak menggugurkan kewajiban calon penumpang pesawat udara menunjukkan hasil negatif Covid-19 pada tes PCR.

Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan dari masyarakat yang baru saja yakin dan mau divaksin.

"Mereka bertanya, kalau sudah divaksin kok masih harus tes PCR. Satgas Covid-19 harus bertindak cepat," ujar Panel Barus.

PROJO juga mengingatkan Satgas Covid-19 bahwa harga tes PCR perlu ditinjau ulang agar tidak memberatkan masyarakat.

Pemotongan harga itu diperlukan supaya tidak diangggap seperti memanfaatkan kesusahan masyarakat selama pandemi Covid-19.

Panel mengatakan bukti telah divaksin yang terdapat dalam PeduliLindungi sudah cukup bagi masyarakat.

Tidak perlu diperberat dengan PCR yang biayanya tidak bisa dibilang murah.

Bendahara Umum DPP PROJO tersebut meminta perhatian Satgas Covid-19 bahwa mobilisasi masyarakat untuk tujuan ekonomi justru akan terhambat dengan mewajibkan tes PCR sekali perjalanan bagi masyarakat yang sudah divaksin.

 Suasana kesibukan penumpang pesawat di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Rabu (20/10/2021). Adanya pelonggaran aktifitas PPKM membuat masyarakat yang memanfaatkan transportasi udara makin meningkat untuk menuju ke sejumlah daerah. (Warta Kota/Nur Ichsan)
Suasana kesibukan penumpang pesawat di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Rabu (20/10/2021). Adanya pelonggaran aktifitas PPKM membuat masyarakat yang memanfaatkan transportasi udara makin meningkat untuk menuju ke sejumlah daerah. (Warta Kota/Nur Ichsan) (Warta Kota/Nur Ichsan)

Politikus PAN Khawatir Ada Mafia Bermain

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PAN Athari Gauthi Ardi mempertanyakan kebijakan pemberlakuan syarat naik pesawat oleh pemerintah di era PPKM 19 Oktober sampai 1 November 2021 di wilayah Jawa-Bali.

Kebijakan baru ini mewajibkan kepada pelaku penerbangan domestik untuk menyertakan hasil pemeriksaan negative Covid-19 dengan skema PCR walaupun sudah mendapatkan vaksin dosis kedua.

"Saya rasa kebijakan ini mulai keliru, kenapa penumpang pesawat yang sudah mendapatkan vaksin dosis kedua harus PCR?," kata Athari kepada Tribunnews.com, Jumat (22/10/2021).

Menurut dia, pesawat terbang merupakan alat transportasi paling aman dan siap dibandingkan dengan yang lainnya dalam menghadapai Covid-19, karena sudah dilengkapi dengan HEPA (High Efficiency Particulate Air) dan pemberlakukan protokol kesehatan dengan sangat ketat di bandara.

“Jika dibandingkan dengan alat transportasi seperti bus, kereta api dan lainnya, saya rasa pesawat adalah yang paling aman dan siap dalam menghadapi pandemi Covid-19. Kita tau bahwa kabin pesawat terbang sudah dilengkapi dengan sistem penyaringan udara HEPA dan di bandara pun sudah diterapkan protokol kesehatan dengan sangat ketat," ucap Athari.

Baca juga: Penjual Surat Keterangan PCR palsu di Bandara Kualanamu Ditangkap, Pelaku Jamin Aman Saat Diperiksa

Athari mengatakan kebijakan PCR bagi penumpang pesawat akan membebankan masyarakat dan berpotensi pada penurunan jumlah penumpang serta kerugian maskapai.

"Tentu kebijakan seperti ini akan berdampak pada masyarakat kita, ini akan memberatkan masyarakat dan juga menurunkan jumlah penumpang pesawat dan bisa-bisa maskapai terus merugi," ujar Athari.

Athari menyatakan menolak kebijakan PCR bagi penumpang pesawat rute domestic diberlakukan, walau sudah divaksin dua kali.

“Jujur saja saya menolak untuk aturan ini diberlakukan, saya minta agar pemerintah merevisi kembali dengan mempertimbangkan banyak aspek,” ungkap Athari.

Lebih lanjut, Athari mengingatkan bahwa jangan sampai ada mafia yang bermain di balik kebijakan tersebut.

"Jangan sampai ada mafia yang bermain dalam kebijakan ini," pungkasnya.

Baca juga: Naik Pesawat Wajib PCR, Pengamat: Memberatkan Calon Penumpang

Ketua Satgas IDI Dukung

Ketua Penanganan Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban mendukung aturan wajib PCR bagi penumpang moda transportasi udara atau pesawat.

Selain memiliki tingkat akurasi yang tinggi daripada tes antigen, kebijakan pemerintah ini tepat karena lebih mempertimbangkan sisi kesehatan

"Jadi kalau sekarang diperketat ya menurut saya setuju saja. Kali ini pemerintah lebih mempertimbangkan masalah keamanan daripada masalah ekonomi saya kira bagus," ujarnya saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Jumat (22/10/2021).

Dokter penyakit dalam ini menerangkan, sampai ini tes RT PCR masih menjadi tes terbaik dalam mendeteksi Covid-19.

Diharapkan dengan pengetatan testing ini penularan Covid-19 dapat ditekan semaksimal mungkin.

"PCR lebih baik daripada antigen. Dulu kenapa diperlakukan antigen? karena kalau antigen teoritiskan bisa lebih cepat mendeteksinya. Cuman kemudian mungkin dipikirkan lagi kita ini sudah bagus banget kondisi kasus Covid-19. Jadi kalau sekarang diperketat ya menurut saya setuju saja," jelasnya.

Ia pun mengingatkan, meski telah menerima vaksin dosis lengkap tidak ada jaminan seseorang tidak tertular Covid-19.

Baca juga: Daftar Alasan Projo Minta Hapus Kewajiban Tes PCR Covid-19

Sehingga pencegahan berlapis di masa penurunan kasus menjadi hal penting yang harus dilakukan dalam pergerakan masyarakat.

"Prinsip mempertahankan supaya tidak terjadi penularan dengan cara berlapis-lapis. Artinya diawalkan prasyaratnya.   Tidak semua yang divaksinasi itu tidak tertular, masih bisa tertular, karena itu  kita perlu dua lapisan, selalu diwajibkan di dalam perjalanan di pesawat tetap pakai masker. Kemudian yang lapisan berikutnya dengan tesnya terbaik ya PCR," imbuh Profesor yang kerap disapa Berry ini.

Dievaluasi Bertahap

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito mengatakan, aturan wajib tes RT PCR  calon penumpang pesawat Jawa Bali dan daerah PPKM level 3 dan 4 akan dievaluasi bertahap.

Jika berjalan baik, maka tidak menutup kemungkinan aturan wajib tes RT PCR juga akan berlaku pada moda transportasi darat maupun laut.

Meski demikian, pemerintah menegaskan masih berfokus pada penerapan aturan ini di moda transportasi udara atau pesawat.

"Sekarang utamanya diatur transportasi moda udara dalam rangka peningkatan jumlah kapasitas dan tentunya ini akan kita evaluasi secara bertahap dan apabila hasilnya baik tentunya akan menjadi evaluasi dalam perubahan kebijakan ke depan hal ini juga pastinya akan berimbas kepada moda transportasi lain," ujar Wiku dalam konferensi pers BNPB yang disiarkan virtual pada Kamis (21/10/2021).

Pemerintah beralasan, pengetatan metode testing menjadi PCR ini dilakukan karena, sudah tidak diterapkannya seat distancing dengan kapasitas penuh sebagai bagian dari uji coba pelanggaran mobilitas demi pemulihan ekonomi di tengah kondisi kasus yang cukup terkendali.

"PCR sebagai metode testing gold standard dan lebih sensitif daripada rapid antigen dalam menjaring kasus positif," ujarnya.

Baca juga: Penumpang Pesawat Wajib Tes PCR, Berikut Tarif PCR di Sejumlah Layanan Farmasi

Prof Wiku memastikan, prinsip penerapan persyaratan pelaku perjalanan dengan PCR khususnya untuk moda transportasi udara sebagai upaya untuk memastikan tidak terjadi penularan Covid-19.

"Menggunakan tes PCR tentunya memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada rapid test antigen," imbuh Prof Wiku.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas