Industri Semikonduktor Jepang Merosot Drastis, Bisakah Bangkit Kembali?
Industri semikonduktor Jepang benar-benar merosot yang tadinya di peringkat 1, 2, 3 di tahun 1989 turun ke peringkat 9 tahun lalu (2020) hanya diduduk
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Industri semikonduktor Jepang benar-benar merosot yang tadinya di peringkat 1, 2, 3 di tahun 1989 turun ke peringkat 9 tahun lalu (2020) hanya diduduki oleh Kioxia, anak perusahaan, perusahaan memory Toshiba.
Perdana Menteri Fumio Kishida baru-baru ini dalam kampanye pemilu juga mengungkapkan pentingnya semikonduktor Jepang.
"Diharapkan bahwa indispensability dan otonomi industri semikonduktor Jepang akan meningkat dan berkontribusi secara signifikan terhadap keamanan ekonomi. Kami juga akan memasukkan dukungan untuk investasi swasta skala besar sebesar 1 triliun yen ke dalam langkah-langkah ekonomi," ungkap PM Kishida.
Pernyataan yang tidak biasa dari Perdana Menteri. Di balik itu, ada rasa krisis yang dekat dengan ketidaksabaran pemerintah Jepang.
Pihak Jepang sendiri khususnya partai liberal demokrat (LDP) telah membentuk tim khusus yang dipimpin Akira Amari (Sekjen LDP) untuk menangani masalah semikonduktor sejak jaman PM Suga hingga kini.
Untuk memahami pengertian krisis ini, kita perlu melihat kembali sejarah semikonduktor.
Di masa lalu, industri semikonduktor Jepang adalah pemimpin utama di dunia. Pada paruh kedua tahun 1980-an, pangsa pasar global Jepang lebih dari 50%.
Dengan enam pabrikan Jepang di 10 besar pangsa pasar, situasinya jauh di belakang Amerika Serikat yang menempati peringkat kedua.
Saat itu, Jepang pandai dalam model "integrasi vertikal". Itu adalah metode yang menangani segalanya mulai dari desain hingga produksi di rumah.
Namun, fabel yang memisahkan desain dan produksi, lambat laun akan menjadi mainstream di dunia.
Pabrikan Jepang melewatkan tren "pembagian kerja horizontal" di mana fabels, tidak ada pabrik, dikhususkan untuk desain tanpa pabrik, dan mengalihkan produksi ke pabrikan khusus lainnya.
Juga, pada akhir 1990-an, Jepang mengalami krisis keuangan yang serius dan kemerosotan ekonomi, sehingga tidak mungkin bagi produsen untuk melakukan investasi drastis dalam R&D.
Pabrikan Jepang dengan cepat kehilangan daya saing mereka di dunia tanpa kemampuan pemerintah untuk menggambar strategi semikonduktor yang jelas dan tanpa dukungan keuangan yang drastis.