Tutup Akses 4.906 Pinjol Ilegal, Kominfo Juga Terima 5.327 Laporan Rekening Bank Untuk Penipuan
Langkah-langkah ini dilakukan agar industri fintech menjadi lebih sehat. Sehingga masyarakat bisa membedakan mana fintech
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Keberadaan financial technology peer to peer lending atau pinjaman online (pinjol) ilegal telah diberangus oleh pemerintah.
Keberadaan mereka yang menerapkan bunga mencekik dan penagihan dengan teror cukup meresahkan masyarakat.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate pun bertindak setelah mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo.
“Terhitung sejak tahun 2018 hingga 26 Oktober tahun 2021, Kominfo telah melakukan pemutusan akses terhadap 4.906 konten fintech (financial technologi) atau pinjaman online yang melanggar peraturan perundang-undangan,” jelasnya dalam Webinar Memilih Fintech Terpercaya di Tengah Maraknya Pinjaman Online Ilegal, dari Jakarta Pusat, Jum’at (29/10/2021).
Menurut Menkominfo pinjol ilegal itu tersebar pada beragam platform baik situs, penyedia aplikasi seperti Google, Play Store, situs file sharing maupun media sosial.
Baca juga: Prospek Karier di Perusahaan Startup Terbuka Luas, Prasetiya Mulya Buka Program S1 Fintech
Menteri Johnny menegaskan pemutusan akses ditujukan untuk meningkatkan produktifitas masyarakat di ruang digital.
“Kementerian Kominfo mengajak seluruh elemen publik untuk semakin aktif terlibat dalam mewujudkan ekosistem digital Indonesia, khususnya pada layanan jasa keuangan pinjaman online agar semakin kondusif dan semakin produktif,” jelasnya.
Menkominfo menyatakan pemutusan akses konten pinjol ilegal bersumber dari tiga jalur laporan, yakni aduan masyarakat, patroli siber Kementerian Kominfo dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kegiatan pinjaman online tidak terdaftar atau pinjaman online ilegal dan akses penanganannya yang tidak sesuai tata aturan dapat pula dijerat sebagai tindak pidana,” jelasnya.
Baca juga: Langkah Satgas Hadapi Pinjol Ilegal, 151 Fintech Tanpa Izin Diblokir
Menurutnya, setelah hasil penemuan dikumpulkan, langkah selanjutnya disampaikan kepada pihak OJK untuk dilakukan verifikasi sebelum ditindaklanjuti dengan pemutusan akses oleh Kementerian Kominfo.
“Laporan tersebut juga turut diteruskan kepada pihak kepolisian untuk dilakukan upaya penegakan hukum lebih lanjut,” tandasnya.
Produktif dan Aman
Menteri Johnny menegaskan, selain pemutusan akses terhadap konten pinjaman online ilegal, Kementerian Kominfo juga telah menerima laporan berkaitan dengan ribuan rekening digunakan untuk aktivitas pinjol ilegal.
“Sampai dengan bulan Oktober tahun 2021 ini, Kementerian Kominfo juga telah menerima 5.327 laporan rekening yang digunakan untuk penipuan terkait dengan fintech atau pinjaman online. Laporan tersebut menyusun database daftar hitam sebanyak 400 ribu rekening yang dikumpulkan oleh Kominfo melalui platform cekrekening.id,” ujarnya.
Menkominfo menyatakan database tersebut kemudian dapat digunakan kementerian, lembaga, serta aparat hukum yang berwenang dalam melaksanakan program penanganan dan pencegahan tindak pidana berbasis rekening.
Baca juga: Fintech Ini Gandeng 60 Perusahaan, Bisa Cairkan Gaji Lebih Awal untuk Kebutuhan Berobat
“Adapun tindak lanjut pemutusan rekening menjadi kewenangan OJK, dan pelaku industri perbankan sesuai ketentuan perundang-undangan yang terkait,” jelasnya.
Guna menjaga ruang digital tetap produktif, Menkominfo menghimbau kepada masyarakat untuk semakin bijak dalam memilih produk dan penyedia jasa keuangan, termasuk pinjaman online.
“Secara paralel, Kominfo turut mengajak seluruh penyelenggara jasa keuangan dan penyelenggara pinjaman online legal agar dapat memberikan informasi yang jelas, singkat, dan tidak membingungkan masyarakat terkait pemanfaatan dan konsekuensi yang harus ditanggung oleh masyarakat jika melakukan pinjaman online,” jelas Menteri Johnny.
Menteri Johnny menjelaskan, Kementerian Kominfo saat ini sedang mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan moratorium bersama dengan OJK, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta Kementerian Koperasi dan UMKM sebagai institusi dalam penyelenggaraan pendaftaran sistem elektronik layanan jasa keuangan.
“Moratorium pendaftaran PSE tersebut merupakan upaya merespons dampak penyelenggaraan pinjol ilegal yang menimbulkan dampak negatif pada masyarakat,” ujarnya.
Menurut Menkominfo, kebijakan moratorium yang akan diberlakukan tersebut menjadi upaya terbaru mendampingi upaya pemutusan akses konten pinjol ilegal yang telah dilakukan oleh Kementerian Kominfo selama ini.
Geliat Ekonomi Digital
Menteri Johnny menilai pertumbuhan perekonomian Indonesia tidak lepas dari geliat aktif kegiatan ekonomi digital yang semakin intensif. Hal itu seiring dengan kemajuan pesat teknologi digital, khususnya pada kegiatan pinjaman online.
“Studi yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 2020 lalu, mencatatkan pertumbuhan volume transaksi sebesar 11% dari jumlah transaksi sebesar 13% pada perusahaan finansial teknologi global secara agregat. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan mencatat total penyaluran nasional pinjaman online mencapai 249,9 Triliun Rupiah hingga Oktober tahun 2021,” ujarnya.
Menurut Menkominfo, pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa potensi kontribusi industri financial technologi (fintech) lending atau pinjol kepada perekonomian Indonesia menjadi fenomena yang berdampak besar bagi kegiatan ekonomi masyarakat.
Disamping itu, OJK juga merilis 106 entitas fintech lending yang diakui dan telah menyalurkan pinjaman kepada lebih dari 68 juta entitas di Indonesia. Namun demikian, Menteri Johnny meminta masyarakat harus tetap berhati-hati.
“Capaian-capaian tersebut meskipun harus diapresiasi juga harus diwaspadai, terlebih kegiatan penyelenggaraan pinjaman online masih terus menjadi perhatian bersama seluruh elemen publik atau elemen masyarakat,” jelasnya.
Tata Ulang Ekosistem
Dikutip dari Kontan.co.id, Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan menghadapi tantangan akan banyaknya pinjaman online illegal, maka OJK segera menata ulang ekosistem pinjaman online.
“Pinjaman online akan disetarakan level of playing field dengan lembaga pembiayaan. Hal ini untuk memastikan bahwa masyarakat tetap dapat mengakses secara mudah, cepat, suku bunga wajar dan cara penagihan yg tidak melanggar hukum,” kata Wimboh.
Selanjutnya, OJK akan mempersyaratkan antara lain: modal minimum, penilaian kemampuan dan kepatutan pengurus, penerapan tata kelola dan manajemen risiko, serta tata cara penagihan yang tidak melanggar hukum. Dari aspek pendanaan juga memperhatikan penilaian risiko melalui credit scoring.
OJK juga akan meningkatkan edukasi keuangan dan literasi digital sehingga pemanfaatan pinjaman online untuk kegiatan produktif dan memperhatikan kemampuan membayar pokok dan bunga sehingga tidak terjebak gali lubang tutup lubang.
Sekedar informasi, sejak Februari 2020, OJK telah melakukan moratorium terhadap pengajuan ijin layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang disebut Peer to Peer lending (P2P) atau sering disebut Pinjaman Online (Pinjol). Hal ini harus dilakukan sejak awal mengingat kemudahan akses menggunakan platform ini harus diiringi dengan mitigasi risiko dan literasi keuangan digital yang memadai.
Selama proses moratorium, OJK telah memperbaiki sistem pengawasan mulai dari penyempurnaan ketentuan, pengembangan sistem seperti “Silaras” dan “Pusdafil”. Dari sisi industri, terdapat peningkatan model bisnis dan operasional serta peningkatan kualitas P2P.
Sejak moratorium jumlah P2P berkurang dari 161 per Februari 2020, menjadi 106 P2P per 6 Oktober 2021 yang telah terdaftar di OJK karena terdapat P2P yang tidak memenuhi persyaratan kemudian dibatalkan tanda terdaftarnya.
Bunga Turun Persen
Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyepakati akan memangkas batas atas maksimal tingkat bunga pinjaman online (pinjol) sampai kurang lebih 50% dari patokan bunga pinjaman harian maksimal 0,8%.
Artinya, bunga pinjaman nasabah akan turun menjadi 0,4% per hari. Hal tersebut sebagai upaya agar pinjaman online bisa lebih terjangkau dengan skala ekonomis, juga sebagai upaya dalam menghadapi pinjol ilegal.
Langkah-langkah ini dilakukan agar industri fintech menjadi lebih sehat. Sehingga masyarakat bisa membedakan mana fintech yang ilegal dan yang resmi apalagi dengan harga yang sangat kompetitif.
Salah satu pemain fintech P2P lending DanaRupiah mendukung keputusan tersebut. Presiden Direktur DanaRupiah Entjik S. Djafar menyatakan, dampaknya untuk pencairan pasti akan turun, karena pihaknya akan sangat konservatif dalam memilih borrower.
"Kita lebih banyak memilih yang existing customer, yang risikonya sudah bisa dicover," kata Entjik kepada kontan.co.id, seperti dikutip Kontan.co.id.
Terkait masih adakah ruang untuk menurunkan bunga pinjaman, Entjik mengaku, sudah tidak ada ruang untuk bisa turun, kalau diturunkan lagi ia meyakini semua akan berhenti di bisnis ini.
Entjik menyebut, untuk saat ini pihaknya tidak mau agressif dalam melakukan penyaluran pinjaman, penambahan new customer juga di hindari. "Kita tetap utamakan yang existing customer, yang sudah jelas pembayarannya ataupun risikonya," ujar Entjik.
Platform teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) juga menyatakan, mendukung kebijakan yang dapat menciptakan ekosistem bisnis sehat bagi para pelaku fintech dan masyarakat umum sebagai nasabah/konsumen.
"Harapannya, dengan adanya aturan yang dapat menciptakan ekosistem yang aman, nyaman, dan saling menguntungkan, masyarakat dapat menggunakan layanan fintech lebih baik lagi, sehingga inklusi keuangan dapat terus ditingkatkan," ungkap CEO dan Founder Amartha Andi Taufan Garuda Putra.
Pihaknya memastikan, para borrower tidak mengalami overdebt dengan melakukan analisa yang memanfaatkan teknologi machine learning. Sehingga hasilnya lebih akurat, dan sesuai kemampuan bayar borrower.
"Jadi, sudah merupakan prinsip Amartha untuk menetapkan besaran bunga yang sesuai dengan kemampuan bayar para borrower, terlepas dari ada atau tidaknya peraturan baru ini," katanya.
Andi menjelaskan, Amartha akan tetap menjaga kualitas pinjaman dengan memanfaatkan teknologi. Dengan mengadopsi sistem hybrid (kombinasi online dan offline), Amartha tetap optimistis dapat mempertahankan performa keuangan yang sehat.
Selain itu, Amartha juga memperluas kolaborasi sinergis dengan berbagai institusi seperti perbankan, untuk bersama-sama memberikan akses permodalan bagi UMKM di Indonesia.
"Kolaborasi dengan institusi sangat membantu Amartha untuk tetap bertumbuh dan dapat memperluas jangkauan permodalan ke lebih banyak borrower atau mitra perempuan pengusaha mikro di pedesaan," kata Andi. (Tribunnews.com/Kontan)