Simulasi Kereta Cepat Ala Faisal Basri: Tarif Rp 250 Ribu, Butuh 139 Tahun Baru Kembali Modal
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) terus menuai kritik dari ekonom senior INDEF, Faisal Basri.
Editor: Hendra Gunawan
![Simulasi Kereta Cepat Ala Faisal Basri: Tarif Rp 250 Ribu, Butuh 139 Tahun Baru Kembali Modal](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/kedatangan-perdana-rel-kcjb-di-depo-kereta-cepat-tegalluar_20210407_203949.jpg)
Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel, melontarkan kritiknya atas proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang terancam mangkrak apabila tidak disuntik duit APBN.
Menurut mantan Menteri Perdagangan itu, dana APBN kurang elok apabila dipakai untuk membiayai proyek kereta cepat.
Terlebih, sesuai janji awal pemerintah, proyek berbiaya tinggi tersebut tak akan menggunakan duit rakyat sepeser pun.
Baca juga: KCIC Klaim Kereta Cepat Tak Bising dan Berdesain Muatan Lokal
Ia bilang, sebaiknya APBN difokuskan untuk pemulihan ekonomi di masa pandemi, pembangunan infrastruktur dasar, dan untuk pembangunan Ibukota Negara (IKN) yang baru, dibandingkan membiayai proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung.
“Soal kereta cepat biar kita serahkan ke investornya. Ini sesuai dengan ide awal yang berprinsip business to business,” kata Rachmat Gobel dikutip dari Kompas.com.
China memenangkan persaingan dengan Jepang dalam pembangunan kereta cepat sepanjang 142,3 km tersebut.
Saat itu, kata dia, Jepang mengajukan proposal dengan nilai 6,2 miliar dolar AS, sedangkan China mengajukan 5,5 miliar dollar AS.
China juga menang karena tak meminta jaminan pemerintah, tak ada keterlibatan APBN, dan skema business to business.
Baca juga: Wagub Jabar Salahkan Proyek KCIC Terkait Banjir di Wilayah Bekasi: Tidak Ada Amdalnya
Namun kemudian biayanya membengkak menjadi 6,07 miliar dollar AS, dan kini bengkak lagi menjadi 7,97 miliar dollar AS.
“Kita tidak tahu apakah akan ada kenaikan lagi atau tidak. Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang," ungkap Gobel.
Menurut Gobel, sebagaimana proyek-proyek infrastruktur yang dikerjakan Jepang di Indonesia, kualitasnya sudah tak diragukan lagi.
"Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik,” kata Rachmat Gobel.
Menurut dia, agar Indonesia konsisten dengan skema business to business, maka pembengkakan biaya itu diserahkan ke perusahaan konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI.
Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.