Anggota Komisi XI Sebut Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tidak Layak Pakai APBN, Ini Alasannya
Anggota Komisi XI DPR-RI Heri Gunawan mengatakan penggunaan APBN untuk mengatasi pembengkakan biaya proyek KCJB kurang tepat.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
Adapun untuk menggarap proyek ini, telah didirikan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) pada Oktober 2015.
KCIC merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan kepemilikan 60% dan konsorsium perusahaan perkeretaapian Tiongkok melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd. dengan kepemilikan 40%.
Pada Pasal 4 ayat (2) Perpres 107/2015 menyatakan pelaksanaan proyek KCJB tidak menggunakan dana dari APBN serta tidak mendapatkan jaminan Pemerintah.
“Mestinya Pemerintah konsisten dengan kebijakan tersebut. Proyek tersebut sudah melalui studi yang cukup lama dan komprehensif."
"JICA sudah menghabiskan dana 3,5 juta dollar untuk melakukan studi kelayakan. Belum lagi studi kelayakan yang dilakukan pihak China. Sehingga aneh bila tiba-tiba terjadi pembengkakan biaya yang cukup besar,” ujar Hergun.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan KCIC Mirza Soraya menjelaskan pembengkakan tersebut dikarenakan pengadaan lahan, penggunaan frekuensi GSM-R untuk operasional kereta api, biaya investasi untuk instalasi PLN serta pekerjaan variation order dan financing cost.
Lebih lanjut, Hergun menegaskan KCJB bukan merupakan proyek kelas warung kelontong yang bisa diubah semaunya. Proyek ini merupakan proyek prestisius bahkan yang pertama di Asia Tenggara.
Pelaksana proyek harus mengerjakannya secara profesional sesuai rencana awal yang ditetapkan.
Pemerintah tampaknya mendapatkan masukan yang tidak tepat sehingga mengubah kebijakan tersebut. Perpres 107 Tahun 2015 diganti dengan Perpres 93 Tahun 2021.
Ada sejumlah perubahan menonjol dalam beleid yang diteken Presiden Joko Widodo pada 6 Oktober 2021 ini.
Pertama, dalam Perpres Nomor 107 Tahun 2015, WIKA ditunjuk sebagai pimpinan konsorsium BUMN. Sedangkan di dalam beleid yang baru, posisi WIKA digantikan oleh PT KAI.
Kedua, dalam Perpres Nomor 107 Tahun 2015, Menko Perekonomian ditugaskan mengoordinasikan percepatan pelaksanaan proyek. Sedangkan di dalam beleid yang baru, dibentuk Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Ketiga, dari sisi pendanaan, Perpres Nomor 107 Tahun 2015 menegaskan tidak memakai dana APBN dan penjaminan dari pemerintah. Sedangkan pada beleid baru, ditegaskan bisa menggunakan dana APBN dan mendapatkan penjaminan dari pemerintah.
Sebelum memberi persetujuan PMN mestinya dilakukan kajian terlebih dahulu perihal kelayakan proyek tersebut.