Kasus Evergrande Dinilai Tidak Berdampak Negatif ke Sektor Properti Indonesia
Krisis likuiditas Evergrande bisa berdampak pada penurunan kepada sektor ekspor yang berorientasi dengan material properti
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Evergrande, perusahaan properti raksasa dari Tiongkok memiliki total liabilitas (utang) sekitar 305 miliar dolar AS atau setara Rp 4.361 triliun (kurs Rp14.300 per dolar AS).
Kondisi krisis yang dialami Evergrande dikhawatirkan dapat meruntuhkan stabilitas keuangan Tiongkok maupun global.
CEO/Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani mengatakan kasus Evergrande tidak berdampak besar tersebut industri properti tanah air.
Baca juga: BI Catat Harga Properti Residensial Tumbuh 1,41 Persen di Triwulan III 2021
Beruntung investasi properti di Indonesia masih didominasi oleh investor lokal yang sangat memperhatikan pergerakan pasar dalam negeri.
“Properti di sini lebih dipengaruhi oleh iklim investasi dan pergerakan perekonomian di Indonesia,” kata Johanna kepada wartawan, Senin (22/11/2021).
Pihaknya juga optimistis pertumbuhan ekonomi akan naik di 2022.
Terlebih program pembangunan infrastruktur dari pemerintah ikut mendorong sektor properti untuk tumbuh dan berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional.
Itu terlihat dari data dari Bank Indonesia yang mencatat kredit kepemilikan rumah (KPR) yang tumbuh 8,7 persen per September 2021.
Baca juga: Evergrande Diprediksi Kembali Gagal Bayar Kupon Obligasi, Pasar Pelototi Utang Pengembang Lain
“Evergrande tidak berdampak negatif terhadap sektor properti di Indonesia secara keseluruhan, memang ada pengaruhnya terhadap kondisi pasar keuangan, terutama pada surat berharga negara (SBN) dan pasar saham tanah air namun saat ini sudah kembali pulih,” tutur Johanna.
Salah satu kekhawatiran dari efek Evergrande adalah kenaikan cost of fund atau biaya dana di mana jika biaya dana tinggi, maka pengembang Tiongkok yang ada di Indonesia akan otomatis tertekan.
Hal ini menyebabkan developer Tiongkok tidak bisa lagi mencari pendanaan di Indonesia akibat biaya dana yang tinggi, sehingga pasar real estate di Indonesia akan sulit bekerja sama dengan pengembang Tiongkok.
Potensi imbas ke tanah air juga dapat dilihat dari dua sisi yaitu ekspor dan hutang.
Krisis likuiditas Evergrande bisa berdampak pada penurunan kepada sektor ekspor yang berorientasi dengan material properti seperti besi baja, keramik, bahan tambang sampai kayu yang masuk dalam rantai pasok industri properti.
Jika Evergrande gagal untuk melakukan pembayaran, hal ini akan berdampak negatif pada bursa saham Indonesia, dimana investor asing akan menyesuaikan kembali portfolio kepemilikan sahamnya di bursa efek Indonesia.
Baca juga: Sektor Properti Bisa Percepat Pemulihan Ekonomi, Asal Pemerintah Berikan Insentif
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menyatakan khawatir permasalahan ini akan berimbas terhadap kegiatan ekspor Indonesia ke Tiongkok.