Pengamat: Pengelolaan Sumur Minyak Tua Butuh Aturan yang Kuat
Selain cadangan yang menipis dan volume produksi yang terbatas, biaya pengelolaan sumur tua ditinggalkan itu sangat mahal.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Ekonomi dan Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyampaikan, rata-rata sumur-sumur minyak tua yang ada saat ini sudah ditinggalkan oleh korporasi karena sudah tidak ekonomis.
Selain cadangan yang menipis dan volume produksi yang terbatas, biaya pengelolaan sumur tua ditinggalkan itu sangat mahal.
Baca juga: Pengamat: Insentif Hulu Migas Diperlukan Untuk Genjot Produksi
“Sebenarnya sumur-sumur tua masih memiliki produksi, untuk menghindari adanya kegiatan-kegiatan masyarakat di sumur-sumur tua itu pemerintah harus membuat aturan yang kuat, agar potensi produksi migas di sumur tersebut bisa kembali ke negara,” terang Fahmy kepada media, Senin (22/11/2021).
Menurut Fahmy, untuk menekan angka maraknya kegiatan masyarakat di sekitaran sumur-sumur minyak tua itu, pemerintah harus membuat aturan yang kuat khususnya berkenaan dengan penyerahan sumur-sumur minyak tua setelah ditinggalkan oleh korporasi.
Baca juga: Gelar JCB 2021, Asosiasi Profesi Energi Soroti soal Pemanfaatan Sumber Daya dan Mitigasi Bencana
Atau korporasi bisa menggandeng warga sekitar yang melakukan kegiatan untuk kembali mengembangkan sumur tersebut.
Dengan cara seperti itu, koporasi bisa mengawasi kegiatan pengeboran sumur minyak tua itu melalui kaidah pengeboran yang benar dengan teknologi yang terjamin sesuai dengan good minning practice.
“Aturan yang tegas sangat diperlukan, tapi pembuatan aturan juga harus didasari atas pendekatan kultur, sosiologi masyarakat sekitar. Karena ini menyangkut banyak pihak, keterlibatan Polri, TNI dan pemerintah menjadi sangat penting,” ungkap dia
Mengacu data Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), kegiatan illegal drilling terus mengalami peningkatan per tahunnya, di tahun 2018 terdapat 137 kegiatan sumur ilegal dan terus meningkat pada 2019 menjadi 194.
Praktik ilegal itu terus mengalami pertumbuhan sampai dengan 2020 dengan total kasus sebanyak 314 kegiatan.
Adapun terdapat 8 provinsi yang selama ini menjadi titik-titik utama kegiatan ilegal yaitu Aceh, Sumatra Utara, Riau, Kalimantan Timur, Jambi, Sumatra Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Baca juga: Dua BUMN Energi Kena Semprot Presiden, Ini Penyebabnya
Sejatinya, pemerintah sudah memiliki Peraturan Menteri (Permen) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Sumur Tua.
Aturan itu bersinggungan dengan pengelolaan sumur migas oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun Koperasi Unit Desa (KUD).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji sebelumnya pernah mengatakan bahwa pihaknya akan merevisi Permen ESDM 1/2008.
Hal itu untuk melegalkan BUMD dan Koperasi Unit Desa (KUD) agar bisa mengelola sumur minyak rakyat.
Adapun sumur yang boleh dikelola adalah sumur tua yang berdasarkan permen tersebut telah dibor sebelum 1970 dan pernah diproduksi.