Kasus Mafia Tanah, Wamen ATR/BPN Harap Ada Sensus Tanah
Surya menilai digital membuat pemanfaatan tanah menjadi jelas dan pengendalian juga menjadi terarah.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program pendaftaran tanah sistematis lengkap yang dijalankan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) belum cukup.
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra berharap ada sensus tanah yang dilakukan di negara Republik Indonesia.
"Pendaftaran tanah sistematis lengkap ini beda dengan sensus. Intinya Presiden Jokowi sejak 2017 itu ingin seluruh bidang tanah didaftarkan yang diperkirakan sekitar 129 juta," kata Surya dalam webinar Mengungkap Kiprah Mafia Tanah yang digelar Tribun Network, Rabu (24/11/2021).
Menurutnya, pendataan ini sudah tercapai sebagian, sebagian lagi dalam proses.
"Di situ kita bisa tahu siapa pemiliknya," tambah politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut.
Ia menuturkan jalan satu-satunya untuk mengakhiri praktik mafia tanah yaitu transformasi digital.
Diakuinya tidak mudah, tetapi perlahan sudah berjalan dan kasus penggelapan tanah juga sudah berkurang drastis.
"Yang kedua memang transformasi dari manual menjadi digital. Karena tidak bisa lagi manual. kalau digital kan pilihannya 0 atau 1, nggak ada yang seperempat atau setengah begitu," ungkap Surya.
Surya menilai digital membuat pemanfaatan tanah menjadi jelas dan pengendalian juga menjadi terarah.
Berikut petikan wawancara wartawan Tribunnews.com dengan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra
Pak Wamen mungkin bisa dijelaskan kepada kami krusial poin atau simpul dari masalah mafia tanah mulai dari penyerobotan tanah, penggelapan sertifikat, sertifikat ganda?
Modus operandi yang paling banyak pemalsuan dokumen dan penggelapan. Kalau penggelapan biasanya orang-orang dekat jadi dia pakai sertifikat aslinya yang diacak-acak jadi asli juga.
Mudah-mudahan ke depan masyarakat lebih waspada karena tanah sudah jadi komoditas yang sangat penting. Dan ini menjadi krusial. Ke depan saya membayangkan harus ada sensus bidang tanah. Seluruh bidang tanah di negara ini.
Sekarang ada program pendaftaran tanah sistematis lengkap tapi beda dengan sensus. Intinya Presiden Jokowi sejak 2017 itu ingin seluruh bidang tanah didaftarkan yang diperkirakan sekitar 129 juta.
Sudah tercapai sebagian, sebagian lagi dalam proses di situ kita bisa tahu siapa pemiliknya. Yang kedua memang transformasi dari manual menjadi digital. Karena tidak bisa lagi manual. kalau digital kan pilihannya 0 atau 1, nggak ada yang seperempat atau setengah begitu.
Kalau sudah begitu pemanfaatan menjadi jelas dan pengendalian juga menjadi terarah. Terakhir barangkali penting ada kasus yang menonjol dalam artian pemberesan sistemiknya.
Hikmah apa yang bisa dipetik dari kasus Nirina mungkin dulu juga pernah dialami Mantan Wamen Luar Negeri Dino Patti Djalal?
Idealnya semua pengurusan tanah sendiri diajukannya memang ada kuasa memudahkan. Kita juga bekerja sama mitra PPAT. Selain secara internal menguatkan. Kita perlu waktu bagaimana transformasi ke digital dari manual betul-betul diterapkan.
Kalau sampai pada sistem blockchain tidak mungkin lagi ada pemalsuan tanpa diketahui pemiliknya. Pemilik tanah memang seharusnya tidak menelantarkan tanahnya karena akan menjadi obyek dan spekulasi orang untuk masuk.
Selain tadi secara kasar melibatkan beberapa orang, kadang-kadang dimasukkan ke pengadilan juga bisa . Kita tunggu lagi proses pengadilan kadang-kadang ada perdata PTUN, jadi kompleks. Jadi seperti mba nirina mau cepet beres karena ada pihak ketiga dan bank juga terlibat.
Yang jelas kami sangat peduli dengan kasus ini. Kami dalami akun dari 3 PPAT juga sudah dibekukan. Dokumen dan warkah juga sudah diblokir atas permintaan polisi pada bulan Juli 2021.
Jadi PPAT yang bersangkutan tidak bisa ada transaksi sampai nanti ada kepastian hukum yang jelas.
Kepastian untuk mba Nirina mewakili seluruh aspirasi masyarakat. Buat kami kasus seperti ini sangat penting untuk terus melakukan perbaikan sekaligus berbenah. Yang jelas sejak ada Satgas di DKI dari 2015 sampai 2020 700 lebih. Tahun ini 2021 cuma lima yang keluar.
Berarti memang mulai terasa efektivitasnya, tapi jangan hangat-hangat tai ayam ini harus terus berlanjut satu sistem yang bisa kita teruskan siapapun menterinya siapapun presidennya nanti. Kita harapkan bisa jadi milestone ke depannya.
Apakah tiga notaris ini izinkan bisa dicabut untuk selamanya?
Tergantung karena perlu dibuktikan apakah mereka terlibat dalam perbuatan jahat. Kan tuduhannya seperti itu. Kita menganut prinsip praduga tidak bersalah. Makanya kita sifatnya sementara saja pemblokiran.
Jadi tidak bisa dicabut seumur hidup karena kalau keterusan jadi ada pelanggaran hak lagi. Harus ada keseimbangan. Rasanya ini sudah mulai terbayang kalau ini bisa selesai kasus ini ada preseden menyelesaikan kasus serupa dengan cepat.
Intinya kan kecepatan dan keakuratan sekaligus kita beresin administrasi pertanahan khususnya.
Kita sifatnya sementara saja pemblokiran.
Tanggapan perjuangan Nirina mengungkap mafia tanah?
Yang jelas kami menghargai upaya kerja keras mba Nirina karena Anda mewakili tidak hanya kepentingan keluarga. Tapi banyak harapan masyarakat dan pemerintah.
Kami sudah beberapa tahun ini mendorong perbaikan-perbaikan. Langkah-langkahnya mulai terasa kasus tanah mulai turun. Sekarang kita membangun yang lebih sistemik ke depan.
Kita sama-sama berjuang mudah-mudahan belum kapok, akan ada tahapan prosedural hukum yang harus dilalui tapi kan sudah terbayang persoalannya apa.
Kami siap terus memperbaiki diri. Saya ini orang luar baru dua tahun jadi wamen jadi latar belakangnya aktivis. Dulu lihat pemerintah agak kritis tapi kesini kok Kementerian ATR/BPN sudah lebih baik.
Kasus kan terjadi kalau kita mau buka. Kalau diem-diem aja ya tidak ada yang tahu. Rasanya ini menjadi PR besar. Ke depan kita akan punya sesuatu yang lebih baik.