Analisis Ahmad Muzani Soal Dampak Pelarangan Beredarnya Minyak Goreng Curah Per Januari 2022
Ketua Fraksi Gerindra DPR RI, Ahmad Muzani memberikan analisisnya atas dampak larangan peredaran minyak goreng curah ini.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aturan yang melarang peredaran minyak goreng curah di pasaran per 1 Januari 2022, menimbulkan polemik.
Diberitakan, larangan minyak goreng curah di pasaran ini tertuang di Peraturan Menteri (Permendag) Perdagangan Nomor 36 Tahun 2020.
Terkait itu, Ketua Fraksi Gerindra DPR RI, Ahmad Muzani memberikan analisisnya atas dampak larangan peredaran minyak goreng curah ini.
Dia menilai, aturan ini akan menimbulkan keresahan masyarakat.
Ahmad Muzani menilai pelarangan penjualan minyak goreng curah bisa memberatkan rumah tangga berekonomi pas-pasan, pedagang kecil, dan sektor UMKM.
Sektor ekonomi mikro, seperti pedagang gorengan, warteg, warung padang, pecel ayam, pecel lele dan sektor ekonomi kerakyatan lainnya, kata dia, masih menggunakan minyak goreng curah sebagai basis produksinya.
Larangan ini, lanjutnya, menyebabkan beban produksi meningkat akibat pengalihan dari minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan yang harganya lebih mahal dari minyak goreng curah.
Selisih harganya, kata Ahmad Muzani, sekitar Rp 5 ribu per liter dan ni akan berpengaruh besar terhadap daya beli masyarakat.
"Sektor usaha yang menggunakan minyak goreng curah sebagai basis produksinya seperti goreng-gorengan yang tersaji di banyak warung dan tukang gorengan, akan menanggung biaya produksi yang lebih tinggi," kata Ahmad Muzani dikutip dari Warta Kota.
"Hal itu akan mempengaruhi daya saing di pasar. Demikian juga biaya rumah tangga yang ekonominya pas-pasan, sehingga itu akan memberatkan daya beli mereka," jelas Sekjen Partai Gerindra tersebut.
Baca juga: Mulai Januari 2022 Minyak Goreng Curah Dilarang Beredar, Berikut Alasan Pemerintah dan Pro Kontranya
Menurut Muzani, kebijakan larangan penjualan minyak goreng curah tidak sejalan dengan semangat pemerintah, yakni dalam upaya pemulihan ekonomi nasional.
"Ini tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah ingin memperdayakan dan memperkuat UMKM dan meningkatkan daya beli masyarakat."
"Di satu sisi ada political will, tapi di sisi lain ada kebijakan yang justru membebani biaya dan beban baru bagi UMKM, seperti 'Yoyo'."
"Kebijakan ini kadang ditarik ke atas, kadang dilepas ke bawah. Maka Partai Gerindra minta agar Peraturan Menteri Perdagangan ini ditinjau ulang atau dicabut," papar Wakil Ketua MPR itu.