Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Porsi Asing dalam Surat Utang Negara Dikurangi

Luky Alfirman mengatakan pemerintah berkomitmen mengurangi porsi asing dalam kepemilikan surat utang Indonesia.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
zoom-in Porsi Asing dalam Surat Utang Negara Dikurangi
KONTAN/Carolus Agus Waluyo
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan pemerintah berkomitmen mengurangi porsi asing dalam kepemilikan surat utang Indonesia.

Menurutnya, hal ini untuk menghadapi ketidakpastian pasar keuangan di masa mendatang.

"Sebelum pandemi kepemilikan asing angkanya mencapai 40 persen. Sekarang kita bisa kurangi bahkan di bawah 20 persen," kata Luky dalam media briefing Senin (13/12/2021).

Baca juga: Tahun 2022, Pemerintah Tarik Utang Rp 973,6 Triliun

Ia menuturkan bahwa saat ini Indonesia sudah bisa mengurangi ketergantungan terhadap asing.

"Ini kita pertahankan bagaimana kita terus menggali investor domestik untuk mendukung pasang Surat Berharga Negara (SBN) dan untuk mendukung pembiayaan APBN," tukasnya.

Luky menekankan bahwa pemerintah menyusun strategi mengurangi ketergantungan kita dalam bentuk mata uang asing.

Baca juga: Pemerintah Segera Utang Rp 973,6 Triliun Pada 2022 Untuk Biayai Defisit Fiskal

Berita Rekomendasi

"Kami ini banyak tujuan tapi yang utama dua, kita ingin mendapatkan pricing terbaik dan cost of fund harus serendah mungkin tapi tetap risiko kita terjaga," ucap dia.

Data DJPPR menunjukkan porsi kepemilikan asing pada surat berharga negara (SBN) turun secara gradual.

Hingga awal Desember 2021, porsi asing berada di bawah 20 persen.

Baca juga: Anggota Komisi VI DPR Desak Pemerintah Segera Atasi Utang BUMN

Porsi asing tersebut diambil oleh perbankan dalam negeri yang alami kenaikan menjadi 25,91 persen per 9 Desember 2021.

Selain perbankan, ada Bank Indonesia (BI), asuransi dan dana pensiun yang juga menambah porsi pada kepemilikan surat utang.

"Kalau dolar makin sedikit, kita mengurangi exposure dari risiko mata uang. Ke depan kami ingin menurunkan currency risk," jelas Luky.

Risiko mata uang menjadi salah satu indikator penentu bagi yield SBN.

Luky mengatakan saat ini yield SBN berada di sekitar 6 persen.

Angka ini masih tergolong tinggi dibandingkan dengan yield US Treasury, sementara inflasi di Indonesia sangat rendah.

"Kita mau domestik yang sepenuhnya mendukung SBN," imbuh dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas