Tarif CHT Naik, Menkeu Bilang untuk Kendalikan Konsumsi Rokok, YLKI: Cuma Untuk Pendapatan Negara
YLKI menilai kenaikan cukai rokok rata-rata 12 persen pada 2022, hanya untuk memenuhi kepentingan ekonomi pemerintah
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Sementara untuk SKM jenis kategori I kenaikannya 13,9 persen, SKM II A 12,1 persen, dan SKM IIB 14,3 persen. Lalu, SPM I 13,9 persen, SPM IIA 12,4 persen, dan SPM IIB 14,4 persen.
"Jadi, terjadi perbedaan kenaikan cukup tinggi antara dengan mesin dan menggunakan tangan," pungkas Sri Mulyani.
Tekan Konsumsi Rokok
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah telah memutuskan rata-rata kenaikan tarif cukai rokok untuk tahun depan sebesar 12 persen.
Salah satu alasan kenaikan ini adalah untuk mengendalikan konsumsi.
Harapannya, dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) ini, konsumsi rokok bisa berkurang, sehingga aspek kesehatan bisa membaik.
Baca juga: Menkeu Sebut Jokowi Setujui Kenaikan Cukai Rokok pada 2022, Ini Besarannya
Sri Mulyani menyebut, pengeluaran rokok merupakan kedua terbesar dari masyarakat miskin baik di perkotaan maupun pedesaan.
Konsumsi rokok, berada di posisi kedua komoditas tertinggi dari sisi pengeluaran setelah beras. Adapun di perkotaan pengeluaran masyarakat untuk beras 20,3 persen dan rokok 11,9 persen. Sedangkan di desa 24 persen pengeluaran untuk beras dan diikuti rokok dengan 11,24 persen.
Baca juga: Pengamat UI: Pekerja IHT Terancam Kena PHK Akibat Rencana Kenaikan Cukai Rokok di 2022
“Dibandingkan komoditas lain lebih memilih rokok terutama bagi masyarakat keluarga miskin daripada untuk tingkatkan produktivitas, daya tahan, kesehatan untuk sumber protein seperti ayam telur dan berbagai kebutuhan tempe, roti, dan lain-lain. Rokok jelas sangat jauh lebih tinggi,” kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers Kebijakan CHT 2022, Senin (13/12).
Sri Mulyani menyayangkan hal tersebut. Karena data itu menggambarkan, rokok dijadikan oleh sebagian besar rumah tangga sebagai kebutuhan pokok. Dampaknya masyarakat miskin, semakin miskin.
“Sebab pengeluaran yang seharusnya untuk tingkatkan ketahanan kelompok miskin tapi dikeluarkan untuk Rokok capai 11 persen dari total pengeluaran keluarga miskin,” ujar Menkeu.
Ia menegaskan pengendalian konsumsi rokok sangat penting karena, sebagaimana Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pemerintah berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Setali tiga uang, melalui kenaikan tarif cukai rokok 2022, angka prevalensi merokok anak usia 10-18 tahun dapat berangsur mengecil dari 2021 yang diprediksi di level 9 persen, bisa turun jadi 8,7 persen pada tahun 2024.
“Konsumsi rokok meningkatkan risiko stunting dan memperparah dampak Covid-19 bagi mereka yang merokok. Keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5% lebih tinggi dibandingkan keluarga bukan perokok,” ucap Sri Mulyani.