Migrasi Sertifikat Tanah ke Elektronik Berpotensi Timbulkan Kebocoran Data
Eko Yon Handri mengatakan, migrasi sertifikat tanah dari analog ke elektronik berpotensi menimbulkan kebocoran data.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Manajemen Risiko dan Penilaian Tingkat Kematangan Keamanan Siber dan Sandi Pemerintah Pusat, Pertahanan, dan Penegakan Hukum Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Eko Yon Handri mengatakan, migrasi sertifikat tanah dari analog ke elektronik berpotensi menimbulkan kebocoran data.
Menurutnya, BSSN telah melakukan antisipasi dengan membuat berbagai pengamanan.
"Keamanan siber Indonesia terbilang baik jika membandingkan jumlah serangan siber yang diterima dengan serangan yang berhasil dilakukan," ucap Eko dalam webinar Creativetalks Pojok Literasi pada Selasa (21/12/2021).
Baca juga: Pengusaha Ungkap Jumlah Tamu Hotel Karantina Naik Dua Kali Lipat, Cuan?
Ia menegaskan ada lima aspek keamanan data dan informasi yang sebaiknya dimiliki antara lain kerahasiaan (confidentiality), keaslian (authentification), keutuhan (integrity), kenirsangkalan (non-repudiation), dan ketersediaan (availability).
Eko juga menyebut, data-data pada sertifikat elektronik sudah dienkripsi sehingga peluang terjadinya kebocoran maupun pemalsuan data bisa diminimalisir.
Baca juga: Presiden Jokowi Luncurkan 1.604 Sertifikat Badan Hukum BUMDesa
"Jika data sudah dienkripsi, kemungkinan data tersebut untuk terbuka akan semakin kecil," tegasnya.
Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN Andi Tenri Abeng mengatakan pemerintah terus mengoptimalkan modernisasi pendaftaran tanah atau sertifikasi elektronik.
"Per Desember 2021, sebanyak kurang lebih 86 juta bidang tanah atau sekitar 68 persen telah terdaftar. Sementara kurang lebih 74,5 juta bidang atau 59 persen dari total 126 juta bidang tanah telah diterbitkan sertifikat ," jelas Andi.
Menurutnya ada tiga alasan modernisasi pendaftaran tanah atau sertifikasi elektronik perlu didorong.
Pertama, agar lebih mudah memastikan kebenaran subjek penjual dan subjek pembeli.
Baca juga: Biaya Pengembangan Aplikasi Sertifikat Vaksinasi Covid-19 Jepang 52,25 Juta Yen
Kedua, memastikan bidang tanah yang akan ditransaksikan terbebas dari catatan yang membebani dan menghalangi transaksi.
Dan ketiga, memastikan akta yang dibuat sesuai dengan peraturan perundangan dan terintegrasi dengan sistem Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP).
Kementerian ATR/BPN terus mendorong metode Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
"Program ini inovasi Kementerian ATR/BPN untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Aturannya dituangkan dalam Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2018," tukasnya.
PTSL populer dengan istilah sertifikasi tanah adalah wujud pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah masyarakat.
Selain itu nantinya masyarakat yang telah mendapatkan sertifikat dapat menjadikannya sebagai modal pendampingan usaha.