Bagaimana Manajer Investasi Percantik Portofilio Perusahaan Klien Mereka Jelang 2022?
Jadi ketika ada koreksi harga, akan dimanfaatkan untuk masuk ke obligasi pemerintah yang jangka panjang.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Optimisme di sektor investasi pasar modal semakin meningkat seiring dengan semakin terkendalinya virus Covid-19.
Harapan pemulihan ekonomi pada 2022 bakal menjadi pendukung pada dunia investasi.
Di satu sisi, keputusan The Fed menaikkan suku bunga acuan bisa menjadi katalis negatif untuk pasar obligasi.
Alhasil, Manajer Investasi (MI) dituntut harus piawai meracik portofolio reksadana campuran agar bisa memberikan kinerja yang optimal pada tahun depan.
Baca juga: Simak Saham-saham yang Diburu Investor Asing Saat Window Dressing
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengungkapkan, seiring pemulihan ekonomi yang berjalan, diekspektasikan laba bersih para emiten juga akan ikut tumbuh. Belum lagi dengan tingginya harga komoditas sepanjang tahun ini.
Oleh karena itu, menurutnya kinerja instrumen saham akan jauh lebih baik dibandingkan instrumen lain, walaupun volatilitas diperkirakan masih tetap tinggi.
“Di satu sisi, inflasi di Indonesia yang masih rendah dan terkendali jika dibandingkan dengan negara lain juga akan membuat return positif untuk SBN. Walaupun kinerjanya tidak akan setinggi saham,” kata Rudiyanto kepada Kontan.co.id, Jumat (24/12).
Baca juga: Siap-siap Cuan, Aksi Window Dressing Masih Warnai Pasar Awal Pekan Depan
Sementara Head of Investment Avrist Asset Management Ika Pratiwi Rahayu juga meyakini instrumen saham akan lebih baik dibanding obligasi, terlebih lagi dengan adanya kenaikan suku bunga di tahun depan.
Menyikapi potensi hal tersebut, Ika mengaku Avrist akan memperbanyak porsi instrumen saham dalam produk reksadana campuran mereka pada tahun depan, khususnya pada semester I-2022.
Barulah nanti ketika sudah ada kepastian kenaikan suku bunga, porsi obligasi akan ditingkatkan kembali.
“Portofolio saham akan difokuskan pada sektor seperti perbankan, teknologi, komoditas, consumer dan property, konstruksi, yang diperkirakan masih menarik. Sementara untuk obligasi akan difokuskan pada obligasi dengan durasi rendah hingga menengah,” jelas Ika.
Menyambut peluang dari instrumen saham, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi membeberkan pihaknya akan mengutamakan porsi saham pada reksadana campuran.
Ia bilang, dengan menempatkan komposisi saham sebanyak 75% pada portofolio, diharapkan bisa mendongkrak kinerja reksadana campuran HPAM.
Menurutnya, penyebaran varian omicron dan vaksinasi akan menjadi sentimen yang berdampak pada negara berkembang seperti Indonesia.