Gejolak Pasar Saham Diprediksi Mereda Jelang Pergantian Tahun
Gejolak terjadi di pasar saham tanah air masih berlangsung sejak pertengahan Desember 2021, di mana ketika makin gencarnya
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Gejolak terjadi di pasar saham tanah air masih berlangsung sejak pertengahan Desember 2021, di mana ketika makin gencarnya penyebaran varian baru Covid-19 yaitu Omicron.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari tadinya sempat bertengger di level 6.662 pada 13 Desember, kini hanya mampu bergerak di kisaran 6.500.
Kendati demikian, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus memprediksi gejolak tersebut bisa sedikit mereda pekan ini atau jelang pergantian tahun.
Baca juga: IHSG Sesi I Naik 0,47 Persen ke 6.606,07, Investor Asing Borong Saham Rp 145,686 Miliar
"Menjelang akhir pekan, volatilitas akan mereda. Namun, ketidakpastian akan bertambah seiring dengan meningkatnya Omicron, cermati dan amati setiap sentimen yang terjadi," ujar dia melalui risetnya, Selasa (28/12/2021).
Sementara itu, Nico mengungkapkan, Omicron semakin menunjukkan eksistensinya di beberapa negara yakni Australia dan Amerika Serikat (AS).
Bagaimana tidak, beberapa negara bagian terpadat di Negeri Kanguru mulai merasakan kedashayatan penularan Omicron.
Baca juga: IHSG Diprediksi Menguat Pada Senin Esok
"Australia melaporkan kasus baru lebih dari 10.000 setiap harinya, di mana New South Wales mencatat penambahan kasus baru pada malam Natal sebanyak 6.324 baru dan Victoria menunjukkan penambahan sebesar 2.208 kasus baru. Lalu, Queensland memiliki 784 kasus baru dan Australia Selatan sebanyak 842 kasus baru," katanya.
Kemudian, lanjut Nico, saat ini masyarakat di Amerika juga tengah merasakan hal yang sama terkait dengan dampak dari Omicron.
Gara-gara Omicron, maskapai penerbangan di Negeri Paman Sam sudah membatalkan hampir 1.900 penerbangan pada akhir pekan karena kekurangan tenaga kerja akibat kenaikan kasus Covid-19.
"Pemerintahan Presiden Joe Biden sendiri terfokus menjaga rumah sakit untuk tetap dapat menampung apabila ada peningkatan kasus di luar kendali," pungkas Nico.