Belum Disahkan di Sidang Paripurna, Indonesia Batal Terapkan RECP Awal Tahun Depan
Airlangga Hartarto mengatakan, pembahasan ratifikasi ini baru saja rampung pada tingkat Komisi VI DPR.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia batal menerapkan perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Kawasan atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) pada 1 Januari 2022.
Sebab, hingga akhir tahun ini, Indonesia belum menyelesaikan proses ratifikasi perjanjian tersebut.
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, pembahasan ratifikasi ini baru saja rampung pada tingkat Komisi VI DPR. Diharapkan, pengesahan RCEP dapat dituntaskan pada Sidang Paripurna kuartal I 2022 mendatang.
Baca juga: Menko Airlangga: 2021, Dominasi Investor Domestik Perkuat Pasar Modal atas Risiko Eksternal
“Konsekuensinya kita tidak berlaku mulai 1 Januari 2022. Tapi akan berlaku sesudah ratifikasi selesai dan diundangkan oleh pemerintah,” kata Airlangga dalam konferensi pers, Jumat (31/12/2021).
Adapun, saat ini terdapat enam negara ASEAN yang meratifikasi RCEP yakni Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Thailand, Singapura, serta Myanmar.
Selain itu, lima negara mitra dagang juga telah meratifikasi yakni China, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan Korea Selatan. Dengan telah diratifikasi oleh enam negara ASEAN dan lima mitra dagang, maka syarat diberlakukannya RCEP sudah terpenuhi.
Kendati Indonesia terlambat dalam menerapkan RCEP, Dia memastikan Indonesia tetap dapat merasakan manfaat dari fasilitas perdagangan dalam perjanjian tersebut. Sehingga Ia berharap di kuartal I 2022 sudah dirafifikasi.
Baca juga: Perekonomian Indonesia Kian Pulih, Airlangga Targetkan Pertumbuhan Ekonomi Hingga 5,2% di Tahun 2022
Adapun, RCEP sendiri merupakan blok perdagangan terbesar di dunia karena setara dengan 27 persen perdagangan dunia. RCEP juga mencakup 29% produk domestik bruto (PDB) dunia dan setara dengan 29 persen investasi asing di dunia. Perjanjian tersebut juga melibatkan sekitar 30% populasi global.
RCEP sendiri akan menggenjot ekspor nasional, karena anggotanya setara dengan 56% pasar ekspor. Sementara dari sisi impor berkontribusi sebesar 65%.
Perjanjian dagang tersebut juga dipastikan akan menarik investasi asing dalam jumlah besar. Sebab, saat ini tercatat hampir 72% aliran investasi asing ke Indonesia bersumber dari Singapura, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, China.
Sumber: Kontan