Nasdem: Pengendalian Konsumsi Rokok Lebih Tepat Gunakan Pendekatan Kesehatan
Data menunjukkan, besaran tarif cukai memberi dampak konkret pada jumlah konsumsi rokok di Indonesia.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Bidang Kesehatan Partai NasDem Okky Asokawati menyambut baik keputusan Pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12 persen sebagai upaya pengurangan konsumsi rokok di Indonesia.
"Kami menyambut baik kebijakan kenaikan cukai rokok ini. Secara konkret, besaran cukai memberi dampak atas konsumsi rokok di Indonesia," tegas Okky, kepada wartawan, Senin (3/1/2022).
Mengutip data pemerintah, Okky menyatakan, besaran tarif cukai memberi dampak konkret pada jumlah konsumsi rokok di Indonesia.
Misalnya seperti di tahun 2020 terjadi kenaikan cukai yang memberi dampak penurunan konsumsi rokok sebesar 9,7 persen.
Kondisinya berbeda saat tahun 2019 dimana tidak terdapat kenaikan cukai yang memberi dampak pada peningkatan konsumsi rokok sebesar 7,4 persen.
Baca juga: Bea Cukai Pastikan Ketersediaan Pita Cukai Desain Baru Tahun 2022
Namun dia menyarankan pengendalian konsumsi rokok agar tidak menitikberatkan pada pendekatan ekonomi. Menurut dia, pendekatan ekonomi hanya akan melahirkan perdebatan soal nilai ekonomi yang juga muncul dari produksi rokok.
Baca juga: Bea Cukai Musnahkan Jutaan Barang llegal, Ada Rokok hingga Minol
"Padahal masalah rokok isunya soal kesehatan. Semahal apapun harga rokok, bagi pecandu rokok tak akan menghentikan konsumsi rokok. Banyak alternatif bagi perokok untuk merokok, termasuk meracik rokok lintingan secara mandiri yang tentu tidak masuk dalam data konsumsi rokok di Indonesia," ungkap Okky.
Baca juga: Tarif Cukai Rokok Naik, Apa Sanksi bagi Orang yang Mengedarkan Rokok Ilegal?
Karena itu, Okky menyarankan agar isu pengendalian konsumsi rokok lebih dititikberatkan pada pendekatan kesehatan yang diyakini jauh lebih efektif khususnya dalam menekan angka perokok baru di kalangan anak-anak dan generasi muda usia 10-18 tahun.
"Kebijakan pengendalian rokok melalui kebijakan pelarangan iklan rokok di ruang publik serta pengaturan penempatan rokok secara bebas bagian dari upaya kampanye tentang bahaya merokok," tegas Okky.
Okky menyebut kampanye bahaya rokok dapat dilakukan dengan pendekatan lebih familiar bagi anak-anak dan generasi muda dengan memanfaatkan platform digital.
"Kampanye bahaya rokok harus digencarkan di publik. Lakukan pendekatan melalui konten kreatif dengan menggandeng pegiat digital yang berasal dari kalangan anak muda," saran Okky.