Tambah Lagi Negara 'Korban' Pelarangan Eskpor Batubara RI, Negerinya Terancam Pemadaman Listrik
Seruan tersebut disampaikan Cusi dalam surat yang dikirim melalui Departemen Luar Negeri kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MANILA -- Pelarangan ekspor batubara oleh Pemerintah RI kini berimbas kemana-mana.
Setelah Jepang dan Korea Selatan yang memprotes dan meminta keran ekspor dibuka kembali, kini giliran negara tetangga Filipina.
Filipina yang juga mengimpor batubara dari Indonesia merasa dirugikan dengan kebijakan tersebut.
Berhentinya pasokan batubara bisa menyebabkan energi listri di negara tersebut bakal berhenti.
Menteri Energi Filipina Alfonso Cusi telah mengimbau Indonesia untuk mencabut larangan ekspor batubaranya, dengan mengatakan kebijakan itu akan merugikan perekonomian yang sangat bergantung pada bahan bakar untuk pembangkit listrik, kata Departemen Energi Manila, Senin.
Baca juga: Ini Daftar 7 Taipan Batubara di Indonesia
Indonesia, eksportir batubara termal terbesar dunia menangguhkan ekspor pada 1 Januari setelah perusahaan listrik negara melaporkan tingkat persediaan bahan bakar yang sangat rendah di pembangkit listrik domestiknya.
Melansir Reuters, Senin (10/1), Filipina mengikuti permintaan serupa dari pemerintah Asia lainnya seperti Jepang dan Korea Selatan.
Seruan tersebut disampaikan Cusi dalam surat yang dikirim melalui Departemen Luar Negeri kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Arifin Tasrif, kata departemen energi dalam rilis berita, tanpa menyebutkan kapan surat itu dikirim.
Cusi telah meminta departemen luar negeri untuk menengahi dan mengajukan banding atas nama Filipina melalui mekanisme kerja sama Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Baca juga: Menteri Bahlil Sebut Larangan Ekspor Batubara Tak Berpengaruh pada Investasi Asing
Larangan tersebut mendorong harga batubara di China dan Australia lebih tinggi minggu lalu, sementara sejumlah kapal yang dijadwalkan untuk membawa batubara ke pembeli utama seperti Jepang, China, Korea Selatan dan India berada dalam kondisi limbo di Kalimantan, rumah bagi pelabuhan batubara utama Indonesia.
Filipina, yang masih sangat bergantung pada batubara untuk pembangkit listrik, membeli sebagian besar kebutuhannya dari Indonesia, dan beberapa, lebih mahal, pasokan dari Australia dan Vietnam.
Hampir 70% dari 42,5 juta ton pasokan batubara Filipina pada tahun 2020 diimpor, menurut data pemerintah.
Listrik yang dihasilkan oleh batubara terdiri dari sekitar 60% dari bauran listrik negara, dan pada tahun 2021 negara tersebut memasok 2,3 juta ton per bulan dari Indonesia untuk bahan bakar pembangkit listriknya, kata departemen energi.
Senator Win Gatchalian, yang mengepalai komite energi Senat, telah meminta departemen energi untuk menyiapkan langkah-langkah darurat karena larangan ekspor, termasuk mencari pemasok potensial lainnya.
Jepang dan Korsel
Negara pengimpor batubara asal Indonesia kini mulai gerah dengan kebijakan pelarangan ekspor bahan bakar tersebut dari Indonesia.
Setelah Jepang, kini Korea Selatan memprotes pelarangan ekspor batubara sejak 1 Januari 2022 hingga 31 Januari 2022.
Korea mendesak agar pemerintah Indonesia segera membuka kran ekspor batubara ke negeri ginseng tersebut.
Mengutip Yonhap News Agency, Korea Selatan melalui Kementerian Perdagangan telah melakukan pertemuan melalui video dengan Kementerian Perdagangan Indonesia.
“Menteri Perdagangan Yeo Han-koo menyampaikan keprihatinan pemerintah atas larangan ekspor batu bara Indonesia dan sangat meminta kerja sama pemerintah Indonesia agar pengiriman batubara segera dimulai kembali,” kata Kementerian Perdagangan Korea Selatan dalam keterangan resmi, Jumat (7/1).
Baca juga: Pasokan Batubara Capai 13,9 Juta Ton, PLN Pastikan Tak Ada Pemadaman
Sementara itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, Indonesia sangat menyadari kekhawatiran Korea Selatan dan akan melakukan upaya untuk penyelesaian yang lancar.
"Kedua menteri sepakat tentang pentingnya kerja sama dalam jaringan pasokan global dan menekankan perlunya upaya bilateral untuk rantai pasokan komoditas yang stabil," ungkap Kementerian Perdagangan Indonesia.
Namun, hingga saat ini, Indonesia masih belum mengambil keputusan final soal kelanjutan larangan ekspor batubara yang diberlakukan sejak 1 Januari 2022 itu.
Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan mengungkapkan masih akan dilakukan rapat kordinasi pada Sabtu (8/1).
"Masih dirapatkan, lagi difinalkan. Mudah-mudahan besok selesai," ungkap Luhut ditemui di Kantor Kemenkomarves, Jumat (7/1).
Seperti diketahui, sejumlah negara tujuan ekspor batubara Indonesia seperti Jepang dan Korea Selatan pun telah menyatakan permintaan pada pemerintah Indonesia agar kembali membuka keran ekspor batubara.
Luhut mengungkapkan, keputusan soal pencabutan larangan ekspor menjadi wewenang Kementerian Perdagangan. Namun demikian, terkait kelanjutan ekspor bagi perusahaan yang telah memenuhi DMO pun diharapkan bisa tercapai dalam pertemuan esok hari.
Baca juga: Larang Ekspor Batubara, Komisi VII: Harus Tegas, Jangan Hanya Gertak Sambal
Permintaan Jepang
Larangan ekspor batubara akhirnya berimbas ke luar negeri, negara Jepang meminta agar Indonesia kembali membuka keran pengiriman bahan baku untuk energi listrik itu ke negeri matahari terbit.
Pemerintah Jepang melalui Kedutaan Besar untuk Indonesia menyurati Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif perihal larangan ekspor batubara yang berlaku sepanjang bulan Januari 2022.
Intinya, Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji meminta pemerintah Indonesia mempertimbangkan kembali kebijakan larangan ekspor batubara tersebut.
Berdasarkan surat yang salinannya diterima Kontan.co.id, Kanasugi Kenji selaku Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of Japan to the Republic of Indonesia mengatakan surat ini dituliskan untuk meminta perhatian terhadap keprihatinan Jakarta Japan Club (JJC) tentang surat B-1605/MB.05/DJB.B/2021 dan B-1611/MB/05/DJB.B/2921 yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM pada 31 Desember 2021 mengenai Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum dan Pelarangan Penjualan Batubara ke Luar Negeri.
Dalam surat tersebut, Kedubes Jepang dan eksportir batubara Jepang menyampaikan dua poin keprihatinan serius atas pemberlakuan larangan tersebut.
Pertama, Kenji bilang, berhubungan dengan surat izin ekspor batubara ke Jepang belum diberikan dan kapal yang telah menyelesaikan penanganan kargo tidak dapat meninggalkan pelabuhan sejak 1 Januari.
"Industri Jepang secara teratur mengimpor batubara dari Indonesia untuk pembangkit listrik dan manufaktur dengan perkiraan sekitar 2 juta ton per bulan dan pelarangan ekspor akan memberikan dampak yang serius bagi aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari masyarakat," Jelas Kenji dalam surat yang diterima Rabu (5/1).
Kenji menjelaskan, sebenarnya ada beberapa alternatif bahan bakar batubara dan gas (LNG) yang dapat diperoleh dalam waktu dekat Jepang, namun hal itu sulit dilakukan saat ini.
Mengingat, permintaan listrik di Negeri Matahari Terbit itu yang tinggi lantaran berada di tengah musim dingin.
Selain itu, pihaknya menyadari bahwa saat ini terjadi kekurangan batubara untuk pembangkit listrik domestik di Indonesia. Namun Kenji menjabarkan bahwa impor batubara yang dilakukan Jepang dari Indonesia adalah batubara HVC (High Calorific Value).
Nah, jenis tersebut berbeda dengan batubara LVC (Low Calorific Value) yang dibeli secara eksklusif oleh PLN untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
"Artinya, ekspor HVC ke Jepang tidak berdampak signifikan terhadap pasokan batubara untuk PLN. Oleh karena itu, saya ingin meminta segera pencabutan larangan ekspor batubara ke Jepang," ujar Kenji.
Kedua, Kenji bilang, setidaknya saat ini ada lima kapal milik perusahaan pelayaran asal Jepang yang memuat batubara ke Jepang sedang menunggu pemberangkatan.
"Saya juga ingin meminta secara khusus agar izin keberangkatan untuk kapal-kapal yang siap berangkat segera diterbitkan," pinta Kenji.
Tata Niaga Dievaluasi
Krisis pasokan energi untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang terjadi berulang-ulang membuat pemerintah berpikir ulang.
Pelarangan ekspor batubara bila dilakukan dalam jangka waktu lama tentunya akan merugikan sendiri.
Karenanya tata niaga batubara saat ini sedang dievaluasi, termasuk yang diperuntukkan bagi PLN.
Salah satu langkah yang bakal dilakukan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal mengubah skema domestic market obligation (DMO).
"Dalam rapat bersama disepakati bahwa Menteri ESDM akan mengeluarkan perubahan DMO, yang bisa direview per bulan.
Bagi perusahaan yang tidak menepati sesuai kontrak, maka akan kena penalti, bahkan izinnya akan dicabut," ungkap Menteri BUMN Erick Thohir dalam pernyataan resminya, Kamis (6/1/2022).
Berdasarkan informasi yang beredar, Kementerian ESDM sedang menyiapkan kebijakan DMO, untuk mengakhiri kisruh yang terjadi belakangan ini akibat kebijakan larangan ekspor batubara selama sebulan (1-31 Januari 2022).
Informasi yang diperoleh KONTAN, pemerintah akan mengizinkan ekspor bagi produsen batubara yang sudah memenuhi 76%-100% dari target DMO.
Akan tetapi, bagi produsen yang memasok batubara ke PLN masih di bawah 75% target DMO, maka izin ekspornya ditangguhkan hingga 31 Januari 2022.
Bahkan, bagi produsen dengan pasokan 0%-25% target DMO, serta tidak menunjukkan kemajuan hingga 31 Januari 2022, pemerintah akan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bersangkutan.
Hingga tadi malam, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, belum bisa dikonfirmasi ihwal kebijakan terbaru pemerintah.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia siap mengikuti aturan pemerintah. "Kami siap untuk review pemenuhan DMO setiap bulan," ungkap dia, kemarin.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Anggawira bilang, sampai saat ini pihaknya belum menerima surat terbaru tentang kebijakan ekspor.
Dia memastikan saat ini puluhan perusahaan batubara sudah memenuhi ketentuan DMO. Oleh karena itu, Aspebindo berharap pemerintah mencabut larangan ekspor batubara untuk menghindari dispute di antara para pihak.
Sejumlah negara importir menyoroti kebijakan larangan ekspor batubara Indonesia. Selain Jepang, saat ini otoritas Korea Selatan khawatir impor batubara dari Indonesia tersendat.
Mengutip Argusmedia.com, Kementerian Energi Korsel telah menggelar pertemuan darurat dengan Korea Electric Power Corporation (Kepco) dan pihak terkait lainnya untuk mengevaluasi dampak kebijakan pemerintah Indonesia.
Impor batubara Korea Selatan pada tahun 2021 didominasi batubara asal Australia yang menyumbang 49% total impor, kemudian Indonesia 20% dan Rusia 11%. (Arfyana Citra Rahayu/Filemon Agung/Azis Husaini/Noverius Laoli)