Pengamat: Tarif Listrik Bisa Naik jika Larangan Ekspor Batu Bara Dicabut
Fahmy Radhi mengatakan, tarif listrik bisa naik hingga membebani rakyat jika larangan ekspor batu bara arahan Presiden tidak diberlakukan lagi.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam keterangan menjelang pelarangan ekspor batu bara, Presiden Joko Widodo menyebutkan pasal 33 UUD 1945 bahwa batu bara merupakan kekayaan alam yang harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, tarif listrik bisa naik hingga membebani rakyat jika larangan ekspor batu bara arahan Presiden tidak diberlakukan lagi.
"Kalau larangan ekspor batu bara tidak diberlakukan, yang menyebabkan PLN menaikkan tarif listrik, akan semakin memberatkan beban rakyat. Sungguh amat ironis, batu bara yang seharusnya untuk memakmurkan rakyat justru memberatkan rakyat," ujarnya melalui keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Selasa (11/1/2022).
Baca juga: Ekspor Batubara Dibuka, Anggota Komisi VII: Pemerintah Mudah Dilobi Pengusaha, Tak Berwibawa
Adapun hingga Desember 2021, dari 5,1 juta ton kebutuhan PLN, pengusaha hanya memasok sebesar 350 ribu metrik ton atau sekitar 0,06 persen dari total kebutuhan.
Kalau kebutuhan PLN tidak segera dipenuhi berpotensi menyebabkan 20 PLTU batu bara dengan daya sekitar 10.850 mega watt akan terjadi pemadaman.
"Alternatifnya, PLN membeli batubara di pasar dengan harga sebesar 196 dolar Amerika Serikat (AS) per metrik ton," kata Fahmy.
Baca juga: Diprotes Banyak Negara, Indonesia Akhirnya Cabut Larangan Ekspor Batu Bara
Namun, alternatif tersebut dapat menyebabkan harga pokok penyediaan listrik (HPP) PLN membengkak, hingga berujung PLN harus menaikkan tarif listrik untuk mencegah kebangkrutan.
"Kenaikan tarif listrik sesuai harga keekonomian sudah pasti akan menaikkan inflasi yang makin memberatkan beban rakyat dan memperpuruk daya beli masyarakat," pungkas Fahmy.
Seperti diketahui, larangan ekspor batu bara diberlakukan pada 1 Januari hingga 31 Januari 2022, dipicu oleh tidak dipenuhinya Domestic Market Obligation (DMO).
DMO mewajibkan bagi pengusaha untuk memasok batu bara ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar 25 persen dari total produksi per tahun dengan harga 70 dolar AS per metrik ton.
Menurut Fahmy, memang ada denda bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan DMO batu bara, tapi dendanya sangat kecil.
Pada saat harga membumbung, pengusaha dinilainya memilih membayar denda untuk lebih mendahulukan ekspor seluruh produksi, ketimbang memasok kebutuhan batu bara PLN sesuai ketentuan DMO.
"Biarkan suara-suara lantang menentang, kelanjutan larangan ekspor batu bara harus tetap berlaku hingga pengusaha batu bara sudah memenuhi ketentuan DMO," pungkasnya.