Pemerintah Perlu Serius Memaksimalkan Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel
Jika tidak diatur, minyak jelantah akan terus didaur ulang dan membahayakan kesehatan warga.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Khusus Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Minyak goreng bekas pakai (minyak jelantah) kerap berakhir menjadi limbah.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, beberapa komunitas bergiat mengumpulkan minyak jelantah.
Selain mengurangi limbah, sejumlah negara telah menjadikan minyak jelantah sebagai energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Bagaimana potensinya di Indonesia?
Sejak September tahun lalu, warga Kelurahan Kedaung Kali Angke, Jakarta Barat, tak lagi membuang minyak goreng bekas pakai atau minyak jelantah ke saluran air.
Mereka kini telah mengumpulkan minyak goreng sisa lewat kelompok Dasa Wisma yang dibentuk kelurahan setempat.
Setidaknya, 78 jeriken minyak jelantah telah berhasil dikumpulkan.
Upaya ini tak hanya membuat saluran air warga lebih lancar, tapi juga menjadi kian bersih dan tak bau.
Minyak jelantah itu lalu ditampung oleh Rumah Sosial Kutub, lembaga sosial yang juga bergerak mengelola dana zakat, infaq dan shodaqoh.
Dari warga di Jakarta, Tegal dan Yogyakarta, Rumah Sosial Kutub tahun ini mengumpulkan 269.334 liter minyak jelantah.
"Tahun ini DKI naik 78 persen dari tahun sebelumnya. Cukup signifikan naiknya," kata Koordinator Program Tersenyum Rumah Sosial Kutub, Afiq Hidayatullah saat ditemui di kantornya di kawasan Jakarta Selatan, Rabu(15/8) lalu.
Komunitas yang berdiri pada 2018 itu mengumpulkan minyak jelantah melalui sedekah dari warga, seperti Kedaung Kali Angke.
Programnya bernama Tersenyum, akronim dari Terima Sedekah Minyak Jelantah Untuk Mereka.