Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Polemik Minyak Goreng Berujung Tudingan Pencitraan oleh DPR, Mendag: Saya Tak Mau Jadi Apa-apa

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membantah telah melakukan pencitraan saat mengeluarkan kebijakan dalam menstabilkan harga minyak goreng.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
zoom-in Polemik Minyak Goreng Berujung Tudingan Pencitraan oleh DPR, Mendag: Saya Tak Mau Jadi Apa-apa
Tribunnews.com/Chaerul Umam
Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi usai rapat dengan Komisi VI, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (31/1/2022). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membantah telah melakukan pencitraan saat mengeluarkan kebijakan dalam menstabilkan harga minyak goreng.

"Saya mohon bukan kita mau popularitas, apalagi pencitraan. Kalau di tempat saya (Kemendag). Saya sudah bilang dari hari pertama, harga naik, saya salah, harga turun saya salah. Tidak ada pencitraan," kata Lutfi saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (31/1/2022).

Menurutnya, dalam membuat kebijakan diperlukan langkah seadil mungkin bagi semua pihak, baik untuk konsumen maupun produsen atau para petani.

Baca juga: Hari Ini, Harga Minyak Goreng Akan Kembali Turun, Simak Rinciannya Untuk Curah dan Kemasan

"Supaya rakyat Indonesia bisa dapat nilai tambah lebih tinggi dari apa yang mereka tanam, dan mereka jual, dan mudah-mudahan apa yang mereka beli jadi harga baik," tuturnya.

"Jadi tidak ada masalah pencitraan dan saya tidak ingin mau jadi apa-apa, saya jadi Menteri Perdagangan saja sudah pusing. Dan ini, tobatlah kita mau beresin masalah ini sama-sama," sambung Lutfi.

Baca juga: Berlaku Hari Ini, Harga Eceran Tertinggi Minyak Terbaru: Curah Rp 11.500 per Liter

DPR Tuding

Berita Rekomendasi

Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam meminta Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tidak melakukan pencitraan dalam menerapkan kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14.000 per liter.

Hal tersebut disampaikan Mufti, karena minyak goreng harga Rp 14.000 per liter saat ini langka dan bahkan dibeberapa daerah tidak tersedia dalam satu minggu di ritel modern.

"Jadi pak Menteri harapan kami, kebijakan ini jangan hanya pencitraan semata, karena ini sungguh apa yang saya capture ke pak menteri itu tangisan rakyat kami, harapan kami pak menteri bisa mendengar itu," kata Mufti.

"Mungkin bagi pak menteri uang Rp 1.000, Rp 2.000, tidak ada artinya tapi bapak tahu konstituen kita, dia jualan gorengan, Rp 1.000 untuk beli minyak goreng saja tidak cukup. Untuk naikkan harga jual Rp 1. 250 tidak akan ada yang beli gorengan mereka," sambungnya.

Menurutnya, kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14.000 per liter yang dijalankan Kementerian Perdagangan tidak diimbangi dengan pengawasan yang ketat di lapangan, sehingga menimbulkan lenyapnya minyak goreng di ritel modern.

"Kebijakan yang diambil pak menteri menurut kami Fraksi PDIP masih gagal total pak menteri," paparnya.

Lenyapnya minyak goreng di ritel modern, kata Mufti, dibuktikan dengan pengecekan di lapangan oleh staf ahlinya di daerah pemilihannya (Dapil) yaitu Pasuruan, Jawa Timur.

"Tadi pagi sebelum rapat, saya cek lagi, saya minta tenaga ahli saya mengecek di pasar besar saja harga minyak goreng Rp 18 ribu, di pusat grosir di dapil kami. Coba cek di ritel modern, ternyata tidak ada. Ditanya kapan terakhir, ada seminggu lalu harganya Rp 14.000 tapi harus belanja Rp 50.000 baru bisa menebus Rp 14.000," tuturnya.

Melihat kondisi tersebut, Mufti pun pesimis kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) dapat berjalan baik, tanpa diiringi sanksi tegas bagi yang melanggar.

"Kebijakan DMO dan DPO, kami pesimis hal ini karena dengan ada subsidi saja tidak diterapkan di tengah masyarakat. Saya tidak bisa bayangkan ditetapkan tapi bagaimana kontrol yang akan dilakukan," ujarnya.

Selain Mufti, Anggota Komisi VI DPR Eko Hendro Purnomo pun menyebut Menteri Perdagangan melakukan pencitraan, karena hotline minyak goreng tidak dapat dihubungi.

"Ini saya lihat, jadi bener apa kata mas Mufti terjadi nih namanya pencitraan dan sebagainya, saya merasa sedih sekali sekelas Kemeneterian bapak, masa harus pencitraan juga. Jadi ini baru bicara hotline, belum DMO, minyak goreng satu harga," papar Eko.

Mendag Kesal Produsen Minyak Goreng Tak Penuhi Komitmen

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi kesal dengan sikap produsen minyak goreng yang tidak memenuhi komitmennya membuat harga komoditas tersebut menjadi murah sebesar Rp 14.000 per liter.

Awalnya, Lufti menjelaskan kenaikan harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di dunia karena kebijakan pemerintah Indonesia menerapkan B30 atau pencampuran 30 persen Biodiesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis Solar.

"Yang buat harga CPO tinggi itu adalah ya Republik Indonesia, dengan cara penghasil terbesar di dunia, kita bikin namanya B30. Jadi harga loncat di dunia," kata Lutfi.

Menurutnya, kenaikan harga CPO sebenarnya sangat menguntungkan orang Indonesia, karena ekspor komoditas tersebut pada tahun lalu mencapai 32,83 miliar dolar AS.

"Jadi kebijakan ini yang ngerjain kita sendiri. Makanya waktu saya ingin mengambil tindakan-tindakan, kami pelan-pelan," ucap Lufti.

Meski untuk perdagangan ekspor Indonesia sangat baik, namun harga minyak goreng di dalam negeri mengalami peningkatan signifikan pada tahun lalu hingga saat ini.

Sehingga, Lufti pun pada tahun lalu meminta produsen minyak goreng untuk menyediakan minyak goreng murah sebanyak 11 juta liter.

Tetapi, kata Lutfi, dari komitmen 11 juta liter minyak goreng yang akan disediakan produsen, nyatanya hanya 5 juta liter saja yang dikerjakan.

"Oh gitu ya, tak naikin kemasaan sederhana mesti Rp 14.000 per liter. Itu yang datang mestinya 1,2 juta, yang datang hanya 300 ribu," ucap Lutfi.

Tidak dipenuhinya komitmen tersebut, membuat Lufti mengeluarkan kebijakan baru terkait domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Lufti juga menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng yang wajib dijalankan pada 1 Februari 2022.

Baca juga: Mendag: Saya Minta Tolong Bapak dan Ibu Tak Usah Berbondong Beli Minyak Goreng

"Ya sudah kalau begini kejadiannya, kami sekarang dari hulu sampai hilir. Jadi harganya yang hijau naik itu, saya paksa untuk turun balik hijau di bawah. Artinya kebutuhan dalam negeri itu cuman 5,6 juta kilo liter, sebenarnya cuman 10 persen dari pada hasil CPO kita," paparnya.

"Karena mereka tidak kerjakan (komitmennya), jadi saya kerjakan. Pokoknya kamu tidak kasih DMO 20 persen, dia tidak dikasih izin ekspor," sambung Lufti.

Ancam Produsen Minyak Goreng

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan tidak akan memberikan izin ekspor untuk produsen minyak goreng yang belum memenuhi domestic market obligation (DMO) 20 persen dari volume ekspor.

"Saya tidak mau kasih ekspor semua sampai DMO-nya kejadian (dilaksanakan)," kata Lufti saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (31/1/2022).

"Kita kasih kesempatan industri untuk meregulasi sedemikian rupa. Karena mereka tidak kerjakan, jadi saya kerjakan. Pokoknya kamu tidak kasih DMO 20 persen, dia tidak dikasih izin ekspor," sambung Lutfi.

Menurut Lufti, jika produsen minyak goreng tidak diberikan izin ekspor, maka produsen tersebut akan mengalami kerugian karena membiarkan komoditas tersebut menjadi rusak.

"Semakin lama dia tunggu, asamnya makin tinggi," ucapnya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk menjaga, serta memenuhi ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, kebijakan ini ditetapkan dengan mempertimbangkan hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan minyak goreng satu harga yang telah berlangsung selama satu minggu terakhir.

"Mekanisme kebijakan DMO atau kewajiban pasokan ke dalam negeri berlaku wajib untuk seluruh produsen minyak goreng yang akan melakukan ekspor. Nantinya, seluruh eksportir yang akan mengekspor wajib memasok minyak goreng ke dalam negeri sebesar 20 persen dari volume ekspor mereka masing–masing,” kata Lutfi, Kamis (27/1/2022).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas