Potensi Budidayanya Besar, Indonesia Bisa Dongkrak Volume Ekspor Udang ke AS
Ekspor udang Indonesia ke AS diyakini akan melampaui negara pengekspor terbesar udang selama ini seperti India, Ekuador dan Vietnam.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pasar ekspor komoditi hasil laut berupa udang terus meroket meski pandemi Covid-19 secara global belum berakhir. Hal ini didukung kebijakan Amerika Serikat yang tidak lagi memberlakukan bea masuk bagi semua negara eksportir.
Hal ini membuka peluang Indonesia untuk menggenjot ekspor komoditas tersebut.
Startup aquatech Delos sangat antusias melihat peluang ini dan yakin ekspor udang Indonesia ke AS akan melampaui negara pengekspor terbesar udang selama ini seperti India, Ekuador dan Vietnam.
Berdasar data National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Fisheries, nilai impor udang asal Indonesia ke AS pada periode Januari sampai April 2021 lalu saja sebesar USD 503,8 juta (24,1 %) dengan volume 58,0 ribu ton (23,5%).
CEO Delos, Guntur Mallarangeng mengatakan, saat ini ada lebih dari 50 persen industri tambak udang Nusantara yang belum disentuh secara serius.
Baca juga: Bea Cukai Ambon Kawal Ekspor Perdana Pala ke Eropa
“Nilainya lebih dari setengah keseluruhan nilai hasil kelautan saat ini. Bayangkan jika potensi itu digunakan sepenuhnya, Indonesia akan menjadi nomor satu," ujarnya.
Dia mengatakan, dengan garis pantai sepanjang 54.000 km, sumber daya manusia pesisir yang melimpah, serta iklim tropis yang menunjang, seharusnya Indonesia mampu menjadi pemimpin global untuk akuakultur yang berkelanjutan,” ujarnya dalam keterangan pers tertulis, Jumat (4/2/2022).
Baca juga: Startup Delos Ajak Petambak Udang Tingkatkan Produktivitas Panen
Delos yang berangkat dari tambak udang konvensional Dewi Laut Aquaculture (DLA) dan sekaligus perwujudan digitalisasi dari Alune Aqua, berharap dapat membantu para petambak udang nusantara berevolusi biru menuju modernisasi tambak.
Guntur mengatakan, industri tambak udang yang masih didominasi metode tradisional dan terfragmentasi, dapat bertransformasi menjadi tambak modern dan sistematis berbasis ilmiah.
Startup-nya memadukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan praktik manajemen yang baik untuk meningkatkan produktivitas tambak udang dan meningkatkan hasil di atas rata-rata, mendekati 40 ton/ha.
Baca juga: Dukung Perekonomian Daerah, Bea Cukai Fasilitasi Ekspor Perdana di Bintan dan Kediri
Lebih lanjut, Guntur mengatakan, dengan teknologi mutakhir dan tim dari multi-disiplin ilmu, yang merupakan cakupan dari akuakultur, biologi kelautan, teknologi, dan bisnis, dapat menjadi solusi.
Dengan perpaduan lengkap itu, pihaknya yakin akan mampu mendukung agenda nasional pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ini dengan tetap menjaga stabilitas Sosial, Ekonomi, dan Environmental (SEE).
“Inilah Revolusi Biru yang ingin kami gaungkan untuk tambak udang nusantara dapat maju bersama. Kami berusaha untuk meningkatkan pengalaman, jaringan, dan IP-nya, sistem manajemen tambak lengkap yang diteliti dan dikembangkan secara internal untuk meningkatkan kapasitas produktif dan hasil tambak udang Indonesia yang ada, sebesar 50-150 persen dengan menciptakan nilai lebih bagi petambak, meningkatkan volume ekspor nasional, dan mencuatkan reputasi Indonesia sebagai negara akuakultur terkemuka dunia,” ujar Guntur.
Pihaknya berharap dengan Revolusi Biru, akan mampu membawa Indonesia di puncak teratas negara penghasil udang terbesar dengan nilai produksi yang jauh melampaui USD 2 miliar per tahun.