Survei YLKI: Banyak Toko Belum Jual Minyak Subsidi, Pasokan dari Distributor Tersendat
sebagian besar toko tidak memiliki stok minyak goreng bersubsidi berdasarkan survei lapangan yang dilakukan di sejumlah toko di Jakarta dan Bekasi.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebutkan, sebagian besar toko dan ritel tidak memiliki stok minyak goreng bersubsidi berdasarkan survei lapangan yang dilakukan di sejumlah toko di Jakarta dan Bekasi.
Survei ini dilakukan dengan maksud 2 tujuan.
Pertama, untuk mengetahui ketersediaan dan harga minyak goreng kelapa sawit yang beredar di masyarakat. Kedua, untuk mengetahui keluhan dan harapan yang dirasakan konsumen terhadap kelangkaan minyak goreng sawit.
Dari 30 toko yang dilakukan survei (sejak 2-8 Februari 2022), sebanyak 57 persen atau 17 toko tidak memiliki stok minyak goreng, 9 toko tersedia minyak goreng (tapi bukan minyak goreng subsidi), 3 toko tersedia minyak goreng bersubsidi, dan 1 toko tersedia minyak goreng bersubsidi dan tidak bersubsidi.
Sebagai informasi, Pemerintah resmi menerapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk produk minyak goreng di awal bulan ini, tepatnya pada 1 Februari 2022.
Baca juga: Jumlah Dukungan Petisi Hampir 2.000, YLKI Dorong Pengusutan Dugaan Praktik Kartel Minyak Goreng
Adapun harga yang ditetapkan yaitu minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter.
Kembali melanjutkan survei minyak goreng YLKI, sejumlah responden atau toko mengungkapkan, terdapat 2 alasan utama toko/retailnya tidak menjual minyak goreng dengan harga subsidi.
Baca juga: Minyak Goreng Langka Akibat Ditimbun? Aprindo Sebut Tak Masuk Akal hingga Produsen Mengaku Bingung
Pertama, stok kosong atau terbatas. Artinya, retail tersebut pada awalnya menjual produk minyak goreng bersubsidi. Namun setelah itu toko/retail kesulitan untuk mendapatkan komoditas subsidi tersebut dari supplier (pemasok) atau produsen.
Untuk alasan yang kedua YLKI mengungkapkan, sejumlah toko/retail sejak awal memang sudah tidak mendapatkan akses supply minyak goreng bersubsidi.
Baca juga: Janji Mendag Belum Terwujud, Minyak Goreng Murah Masih Langka, Dua Jam di Etalase Sudah Habis
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengungkapkan, hasil survei tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan Pemerintah di sektor hilir belum efektif sepenuhnya untuk mengatasi kelangkaan dan harga yang melambung pada minyak goreng.
“(YLKI) mendesak Pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan yang telah dilakukan,” ungkap Tulus, Jumat (11/2/2022).
Adanya fenomena lonjakan harga komoditas minyak goreng yang terjadi pada beberapa waktu lalu, YLKI juga langsung merespon dengan membuat petisi.
Tulus menjelaskan alasan dan tujuan petisi online ini dibuat.
Pertama, persoalan kelangkaan dan melambungnya minyak goreng beberapa waktu lalu bukan persoalan hilir, melainkan persoalan hulu.
Dengan demikian YLKI mendorong percepatan penyelidikan adanya dugaan kartel dan bentuk persaingan tidak sehat dalam industri minyak goreng oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
“YLKI (melalui petisi ini) mendesak KPPU untuk mempercepat dan menuntaskan adanya dugaan kartel dan sejenisnya pada pasar minyak goreng,” ucap Tulus.
Sebagai informasi, petisi online ini telah di-launching sejak Kamis 3 Februari 2022 melalui situs change(dot)org.
Target dari petisi ini ditandatangani oleh 2.500 masyarakat.
Hingga saat ini (11/2/2022) terdapat 1.969 pendukung, jadi masih kurang 531 pendukung lagi. “Setelah mencapai 2.500 data hasil petisi akan dikirimkan ke ketua KPPU RI,” pungkas Tulus.