Masyarakat dengan Literasi Digital Rendah Jadi Sasaran Empuk Investasi Bodong Binary Option
Masyarakat yang literasi keuangan dan digitalnya rendah menjadi sasaran empuk para penjaja investasi bodong.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyaknya korban kasus binary option pada saat ini, dinilai karena kurangnya literasi digital dan literasi keuangan yang didapat masyarakat.
"Ada dua sisi kenapa masyarakat kita mencoba-coba jenis investasi yang tidak sedikit ternyata ilegal. Sisi pertama dari sisi masyarakatnya yang ingin mendapatkan keuntungan secara kilat namun tidak memiliki literasi digital dan keuangan yang kuat," kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, Sabtu (12/2/2022).
Menurutnya, masyarakat yang literasi keuangan dan digitalnya rendah menjadi sasaran empuk para penjaja investasi bodong.
Indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia saat ini baru sebesar 38,03 persen dan indeks literasi digital Indonesia berada di level 3,49 pada 2021.
Baca juga: Digerebek Bareskrim, Ini Duduk Perkara Dugaan Kasus Penipuan Trading Binary Option FBS
"Literasi digital kita terhitung masih buruk yang dapat dilihat dari semakin maraknya kasus pencurian data digital hingga penipuan online. Literasi keuangan juga masih sangat rendah," ujarnya.
Bahkan, jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan, indeks literasi keuangan dan digital masyarakat Indonesia masih jauh lebih rendah.
Baca juga: Dianggap Perjudian Berkedok Trading, Platform Binary Option Diblokir, Namun Iklannya Masih Muncul
"Financial knowledge masyarakat Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga. Dari sini kita sudah bisa melihat bahwa masyarakat Indonesia merupakan sasaran empuk para penipu berkedok investasi, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri," ucapnya.
Baca juga: Apa Itu Binary Option? Investasi Trading Ilegal yang Jadi Perhatian OJK
Nailul pun menyebut, saat ini regulasi di dalam negeri belum mengatur perihal influencer atau seseorang yang mempromosikan aplikasi trading ilegal.
Sehingga, platform trading ilegal ini dapat dengan leluasa membayar atau menyewa influencer ini untuk mempromosikan produknya.
“Selain itu, aturan seseorang menyebarkan berita bohong ataupun platform yang terindikasi penipuan di internet belum kuat. Para penipu berani menyewa influencer untuk mengiklankan platform penipu itu,” tuturnya.