Anggota Komisi VI Sebut Kenaikan Harga Kedelai Akibat Gagalnya Langkah Antisipasi Pemerintah
Amin Ak menilai akar permasalahan mahalnya harga kedelai pada saat ini, disebabkan gagalnya pemerintah mengantisipasi kelangkaan pasokan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Amin Ak menilai akar permasalahan mahalnya harga kedelai pada saat ini, disebabkan gagalnya pemerintah mengantisipasi kelangkaan pasokan kedelai, baik kedelai impor maupun kedelai lokal.
"Tren kenaikan harga kedelai sudah muncul sejak pertengahan tahun 2021 lalu, yang disebabkan oleh dampak cuaca ekstrem. Sehingga menurunkan produksi di negara produsen utama dunia seperti Argentina dan Brasil," kata Amin saat dihubungi, Senin (14/2/2022).
Baca juga: Anggaran Dipangkas, Mentan Akui Sulit Genjot Produksi Kedelai
Pada saat bersamaan, kata Amin, terjadi pembelian dalam skala besar (rush buying) dari Amerika Serikat dan China, terutama setelah badai Ida berakhir pada Desember 2021.
Menurutnya, mahalnya harga kedelai juga dipengaruhi minimnya stok kedelai di dalam negeri, di mana data Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) hanya 140 ribu ton dan baru akan masuk kedelai impor pada Februari ini sekitar 160 ribu ton.
"Sehingga, akhir Februari ini ada stok sekitar 300 ribu ton kedelai, yang artinya pasokan kedelai hanya cukup dua bulan ke depan, bahkan kurang," papar politikus PKS itu.
Baca juga: Harga Melambung, Komisi IV Tagih Janji Mentan Bisa Kendalikan Kedelai
Dengan kebutuhan kedelai nasional 3 juta ton per tahun, maka rata-rata per bulan dibutuhkan 250 ribu ton kedelai.
Apalagi, kebutuhan kedelai Indonesia 80 persennya dipasok dari luar negeri atau impor karena produksi dari dalam negeri belum mencukupi.
"Kondisi ini berpotensi memicu spekulasi harga, yang menjadi penyebabnya naiknya harga kedelai. Kami mendesak Kementerian Perdagangan untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya spekulasi harga, serta praktik kartel kedelai impor yang menyebabkan terjadinya oligopoli atau dikuasainya pasokan kedelai oleh segelintir perusahaan," tuturnya.
Amin menyebut, sejak melonjaknya harga kedelai Juni 2021, pemerintah menjanjikan produksi kedelai nasional sebanyak 1 juta ton per tahun atau sekitar 30 persen dari kebutuhan nasional.
Namun, Amin melihat hingga saat ini realisasinya masih jauh dari harapan, sehingga pemerintah harus merealisasikan janji tersebut.
"Persoalan lahan dan insentif harga ataupun insentif sarana produksi harus bisa diselesaikan oleh pemerintah," ucapnya.
Amin pun berharap, BUMN Pangan agar berperan lebih aktif dan berkoordinasi dengan stake holdres lainnya untuk menimalisir ketergantungan pada kedelai impor.
"Tren cuaca dan perubahan iklim ke depan, berpotensi menyulitkan pasokan kedelai impor karena Indonesia harus bersaing dengan negara-negara besar konsumen kedelai lainnya seperti China dan Amerika Serikat," tutur Amin.