Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Rusia dan Ukraina Tidak Kunjung Baikan, Harga Minyak Semakin Melonjak

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mengalami lonjakan dari sebelumnya 93,10 dolar Amerika Serikat (AS) per barel, hari ini jadi 95,46

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Rusia dan Ukraina Tidak Kunjung Baikan, Harga Minyak Semakin Melonjak
YouTube
Mobilisasi ratusan ribu pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah situasi memanas antara Ukraina dengan Rusia, telah mendorong harga minyak untuk mengalami kenaikan. 

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mengalami lonjakan dari sebelumnya 93,10 dolar Amerika Serikat (AS) per barel, hari ini kembali mengalami kenaikkan sehingga berada di 95,46. 




"Ini merupakan yang tertinggi bagi harga minyak sejak tahun 2014 silam," ujar Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus dalam risetnya, Selasa (15/2/2022).

Baca juga: Rusia-Ukraina Panas, IMF dan Bank Dunia Mulai Evakuasi Staf

Nico menjelaskan, tentu saja kenaikan harga minyak yang semakin memanas seperti ini akan membuat inflasi kembali mengalami kenaikan.

"Memang benar, ini semua gegara Rusia dan Ukraina yang tidak kunjung baikan. Justru situasi dan kondisi semakin keruh, meskipun kami menyakini bahwa Rusia tahu betul konsekuensi yang harus dihadapi apabila memang perang dilakukan," katanya. 

Kendati demikian, sejauh ini potensi perang tersebut terjadi tidak terlalu besar, karena tatanan dunia yang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. 

BERITA TERKAIT

Sementara dari sisi faktor yang lain, krisis energi dalam rantai pasokan juga menjadi tekanan tambahan, yang mendorong harga minyak mengalami kenaikkan termasuk masalah biaya.

Baca juga: Disarankan Lanjutkan Diplomasi Soal Ukraina, Ini Jawaban Presiden Rusia Vladimir Putin

Hal inilah yang membuat International Monetary Fund (IMF) menaikkan proyeksi inflasi bagi negara maju, dari sebelumnya 2,3 persen menjadi 3,9 persen, dan 5,9 persen bagi negara berkembang. 

Ini juga tengah dilihat oleh Andrew Bailey selaku gubernur Bank Sentral Inggris, yang kemarin menaikkan tingkat suku bunganya, karena inflasi mengalami kenaikkan akibat tekanan dari biaya energi. 

"Apakah Bank Sentral Inggris saja yang bergerak? Oh tentu tidak, Bank Sentral Eropa juga akan langsung memeriksa terkait dengan dampak kenaikkan harga energi bagi perekonomian mereka. Sebab, tentu saja salah satu yang menjadi poin adalah kenaikkan inflasi lebih tinggi dari sebelumnya," pungkas Nico. 

Adapun dirinya melihat bahwa setiap kenaikkan harga minyak sebesar 10 dolar AS per barel, akan menurunkan 0,1 persen pertumbuhan ekonomi di tahun berikutnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas