Kenaikan Harga Gas Non Subsidi Secara Beruntun Dapat Picu Kelangkaan Gas 3 Kg
Kenaikan harga LPG non subsidi secara berturut-turut dalam tiga bulan terakhir, dikhawatirkan dapat menimbulkan kelangkaan gas melon
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kenaikan harga LPG non subsidi secara berturut-turut dalam tiga bulan terakhir, dikhawatirkan dapat menimbulkan kelangkaan gas melon 3 kilogram (kg).
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan, hal tersebut bisa terjadi karena pelanggan yang tadinya menggunakan LPG non subsidi diperkirakan beralih membeli LPG gas melon bersubsidi.
Jika kondisi tersebut terjadi, kata Mulyanto, gas melon 3 kg dapat mengalami kelangkaan yang mengakibatkan harga di tingkat pelanggan melebihi HET (harga eceran tertinggi).
Baca juga: Putin Klaim Invasi Rusia di Ukraina Berjalan Sesuai Rencana: Semua Tugas Berhasil Dilaksanakan
“Hal itu sangat mungkin terjadi. Sekarang ini saja sekitar 12 juta pelanggan gas melon 3 kg adalah mereka yang tidak berhak,” ujar Mulyanto, Jumat (4/3/2022).
Menurutnya, ekonomi masyarakat saat ini masih tertekan akibat pandemi dan ketika mendapat tekanan harga, maka pelanggan LPG non subsidi akan mencari jalan keluarnya sendiri yaitu membeli LPG bersubsidi yang lebih murah.
Baca juga: Viral Tarif Derek di Tol Jagorawi Dipatok Rp 1 Juta, PT Jasa Marga Mohon Maap, Petugas Bakal Dipecat
Apalagi, distribusi gas melon 3 kg masih bersifat terbuka, atau dijual bebas dengan pengawasan pemerintah yang sangat minim.
“Tidak ada pembatasan khusus, karenanya LPG bersubsidi ini terbuka untuk dibeli oleh pelanggan yang selama ini menggunakan LPG non subsidi,” ujar Mulyanto.
Diketahui, PT Pertamina (Persero) telah naiknya harga LPG non subsidi menjadi Rp 15.500 per kg, seiring kenaikan acuan CP Aramco yang mencapai 775 dolar AS per barel.
Komisi VII DPR: Beban Rakyat Semakin Bertambah
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan, kenaikan LPG non subsidi yang dilakukan Pertamina sudah dua kali sejak Desember 2021, di mana hal ini mencerminkan tidak adanya perhitungan secara cermat.
"Kenaikan harga ini akan mempengaruhi inflasi kita, daya beli masyarakat kan belum pulih. Pandemi belum berakhir, omicron masih tinggi, jadi beban rakyat semakin bertambah," ujar Mulyanto saat dihubungi, Rabu (2/3/2022).
Menurutnya, pemerintah seharusnya mengembangkan opsi kebijakan inovatif yang tidak memberatkan masyarakat, apalagi sekarang harga sejumlah harga bahan pokok pun mengalami kenaikan.
Ia menyebut, melonjaknya harga energi dunia akibat adanya konflik Rusia dan Ukraina, sejatinya punya dua sisi yakni sisi negatif dan sisi positif.