Harga Pertalite Tak Naik, Mungkinkah Pengguna Pertamax Cs Beralih ?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan PSE, perubahan nilai oktan pada bahan bakar akan mempengaruhi nilai kadar emisi.
Penulis: Sanusi
Editor: Adi Suhendi
Berdasarkan data pada jurnal yang diterbitkan Elsevier, yang ditulis Deendarlianto bersama dua rekannya yakni Indra Candra Setiawan dan Indarto, pada 2030 konsumsi minyak sebagai bahan bakar transportasi masih yang terbesar dengan persentase mencapai 64 persen.
Baca juga: Masyarakat yang Mampu Diimbau Gunakan BBM Pertamax Series demi Jaga Stabilitas Harga Pertalite
Kemudian sektor industry (31%), komersial (1%), rumah tangga (1%) dan lainnya (4%). Lebih rinci lagi, berdasarkan jurnal bertajuk Energy Policy tersebut, BBM terbanyaj akan disedot oleh sektor transportasi darat atau jalan raya dengan persentase mencapai 90%.
“Total konsumsi minyak pada 2030 akan mencapai 122,6 miliar liter dan khusus untuk kendaraan roda empat sebesar 49,5 miliar liter,” ucap dia.
Deendarlianto menambahkan, PSE UGM juga telah membuat model kebutuhan energi khususnya BBM dengan mempertimbangkan bakal masuknya sumber energi lain seperti biodiesel, mobil listrik, etanol, hingga CNG.
“Data ini digunakan juga oleh Kemenperin dalam merancang aturan industri automotif nasional. Beberapa tahun ke depan memang secara linier kendaraan BBM naik, mungkin sampai 2025, lalu flat dan turun karena masuknya kendaraan dengan bahan bakar lain. Tapi tidak mungkin turun sampai 0,” kata dia.
Dalam kajian PSE UGM, ujar Deendarlianto, sektor automotif ke depan akan mengarah teknologi yang didesain menghasilkan produk rendah emisi.
Baca juga: Jaga Stabilitas Ekonomi, Pertamina Pastikan Harga BBM Pertalite Tidak Naik
Karena itu, para pemangku kepentingan lain harus melihat secara integral semua sektor terkait, mulai dari industrinya, pengembangan infrastruktur jalannya, hingga kebijakannya.
“Rendah emisi berarti BBM harus ramah lingkungan. Maka saya setuju dengan penghapusan premium. Dari dulu saya setuju. Pertimbangannya pertama green energy, makanya kita masuk ke energy transisi, low karbon,” kata dia.
Kendati demikian, dia mengakui bahwa untuk menghasilkan energi bersih memerlukan cost tambahan dan tidak semua golongan masyarakat mampu mengaksesnya.
Sehingga, di sinilah peran pemerintah untuk hadir dan memberikan subsidi bagi masyarakat tidak mampu.
“Kalau kita bicara Eropa dan Amerika Serikat, mereka tidak pernah ribut masalah BBM karena daya beli cukup kuat. Ini beda dengan kita, makanya negara harus hadir,” kata dia.