Mendag Sebut Krisis Migor Ulah Manusia Rakus, Mengaku Pegang Data Mafia Migor
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui tidak dapat melawan penyimpangan minyak goreng yang dilakukan para mafia dan para spekulan
Editor: Hendra Gunawan
*Pangkal Masalah Migor Ada di Hulu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui tidak dapat melawan penyimpangan minyak goreng yang dilakukan para mafia dan para spekulan, karena keterbatasan kewenangannya dalam undang-undang.
Awalnya, Mendag menyampaikan data pasokan minyak goreng hasil domestik market obligasi (DMO) sebanyak 720 juta liter dan telah didistribusikan mencapai 570 juta liter.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Kemasan Terus Naik, Mendag: Harganya akan Turun Seiring Banyaknya Stok di Pasar
Dari total tersebut, kata Lutfi, pasokan minyak goreng ke Sumatera Utara(Sumut) periode 14 Februari hingga 16 Maret 2022 mencapai 60.423.417 liter dan data BPS pada 2021 jumlah masyarakat Sumut mencapai 15,18 juta orang.
"Jadi kalau dibagi, setara dengan 4 liter per orang dalam sebulan. Kemudian di Kabupaten Medan itu dapat 25 juta liter dan menurut data BPS mencatat 2,5 juta orang, sehingga satu orang menurut hitungan dapat 10 liter," kata Lutfi saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (17/3).
"Lalu saya pergi ke Kota Medan, saya pergi ke pasar, saya pergi ke supermarket tidak ada minyak goreng," sambung Lutfi.
Menurut Lutfi, banyaknya pasokan minyak goreng tetapi tidak ada di pasar maupun supermarket, tidak hanya di Sumatera Utara saja tetapi terjadi juga di Jakarta dan Surabaya, Jawa Timur.
Baca juga: HET Dicabut, Stok Minyak Goreng di Majalengka Kini Melimpah, Harganya Langsung Melejit
Di Jakarta, mendapat pasokan minyak goreng mencapai 85 juta liter dengan jumlah penduduk sebanyak 11 juta orang, dan Surabaya mencapai 91 juta liter minyak goreng.
"Jadi spekulasi kami, deduksi kami adalah ini ada orang-orang yang mendapat, mengambil kesempatan di dalam kesempitan. Tiga kota ini apa yang didominasinya adalah satu industri ada di sana, kemudian kedua ada pelabuhan," paparnya.
Lutfi menyebut, minyak goreng yang seharusnya dinikmati masyarakat, tetapi ada yang diekspor secara ilegal melalui pelabuhan-pelabuhan.
"Kemendag tidak bisa melawan penyimpangan-penyimpangan tersebut. Begitu saya bicara dengan Satgas Pangan, pertama kali yangg dipunyai Kemmendag ada dua, kalau tidak salah Undang-Undang nomor 7 dan 8, tetapi cangkokannya kurang untuk bisa mendapatkan daripada mafia dan spekulan ini," tuturnya.
Lebih lanjut Lutfi menyampaikan, pelajaran yang dapat diambil dirinya yaitu ketika harga berbeda dan melawan pasar begitu tinggi, Kemendag menyampaikan maaf tidak dapat mengkontrolnya.
Baca juga: Nusron Wahid: Kebijakan Mendag soal Minyak Goreng Mempersulit Rakyat
"Karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat. Kita punya datanya (pelaku penyimpangan) sekarang lagi diperiksa polisi, Satgas Pangan tapi keaadaannya sudah menjadi sangat kritis dan ketegangan yang mendesak. Kita mesti bersama-sama melawan mafia ini," papar Lutfi.
Dalam kesempatan rapat bersama DPR, Mendag Lutfi juga menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi IV DPR, Komisi VI DPR, dan Komisi VII DPR karena tidak hadir dalam dua rapat kerja gabungan. Lutfi mengatakan, dia terpaksa absen karena ada kegiatan yang mendesak dan genting, bukan karena dia mengecilkan maupun merendahkan DPR.
"Dari hati saya yang paling dalam, saya memohon maaf, tidak ada niatan untuk mengecilkan apalagi merendahkan DPR RI yang sangat terhormat ini," kata Lutfi.
"Tetapi karena keadaan yang sangat mendesak dan genting, saya sekali lagi memohon maaf atas ketidakhadiran kami pada dua acara rapat tersebut," lanjut Lutfi.
Baca juga: Duga Ada Mafia Minyak Goreng, Mendag Ngaku Tak Bisa Melawan: Maaf, Tak Bisa Mengontrol
Dia mengaku tidak bisa menghadiri rapat kerja gabungan pada 17 Februari 2022 karena sudah memiliki jadwal kunjungan kerja ke Makassar dan Surabaya.
Lutfi mengeklaim, kunjungan itu sangat penting karena Kemendag baru menerapkan regulasi domestic market obligation dan domestic price obligation terkait minyak goreng sehingga ia harus memastikan komoditas itu dapat tersalurkan.
"Dan acara di Surabaya pada saat itu adalah untuk mengumpulkan seluruh dinas perdagangan se-Indonesia untuk membahas kesiapan dan stabilisasi harga bahan pokok menjelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri," kata Lutfi.
Sementara itu, ia tidak bisa menghadiri rapat kerja gabungan pada 15 Maret 2022 karena mendapat undangan rapat koordinasi terbatas dengan Presiden Joko Widodo serta sejumlah menteri.
"Setelah rapat itu, rapat ditindaklanjuti arahan Presiden di tingkat Menko Perekonomian dan ketidakhadiran kami itu pula telah disampaikan melalui surat sekretaris jenderal," ujar Lutfi.
Baca juga: YLKI: Pemerintah Harus Awasi HET Minyak Goreng Non-Premium
Dia menegaskan, dirinya tidak pernah mengelak atau mangkir dari panggilan DPR, hanya saja ada agenda-agenda tertentu yang menghalanginya untuk menghadiri rapat dengan DPR.
Migor Tersedia
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan perkembangan terbaru mengenai krisis minyak goreng yang melanda seluruh wilayah Indonesia sejak beberapa pekan lalu.
Airlangga menyampaikan dua hal. Pertama, dia memastikan bahwa minyak goreng murah yang disubsidi oleh pemerintah sudah kembali tersedia di pasar.
"Minyak goreng murah telah tersedia dan konsumen bisa membelinya di pasar-pasar tradisional," ujar Airlangga.
Pengumuman kedua, ditujukan kepada konsumen yang siap membayar harga lebih tinggi demi minyak goreng dengan kualitas lebih baik. Airlangga juga memastikan bahwa minyak goreng premium ini sudah bisa dibeli masyarakat.
Pengawasan Lemah
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan, kebijakan pemerintah terus berubah terkait ketersediaan dan harga minyak goreng.
Seperti diketahui awal tahun ini, pemerintah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) sawit dari awalnya 20 persen, tidak lama menjadi 30 persen.
Kemudian, ada subsidi minyak goreng curah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), di mana pengawasannya lemah.
Namun paling baru, pemerintah justru melepas harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan, sehingga harganya sesuai keekonomian.
"Nah, ini khawatirnya pemerintah gonta-ganti kebijakan karena tidak kuat berada dalam tekanan konglomerat sawit," ujarnya melalui pesan suara kepada Tribunnews.com, Kamis (17/3/2022).
Lebih lanjut secara teknis, Bhima menjelaskan, kebijakan subsidi minyak goreng curah lewat BPDPKS tidak berdampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kecuali, ketika alokasi subsidi BPDPKS tidak memadai, maka ada kemungkinan dibutuhkan bantuan mekanisme dari APBN.
Bhima menilai, idealnya memang subsidi minyak goreng ini melalui APBN, sehingga lebih transparan dan pengawasan jauh lebih mudah daripada lewat BPDPKS.
"Misalnya, pengawasan untuk subsidi ini bisa digabungkan dengan data terpadu kesejahteraan sosial, sehingga lebih tepat sasaran siapa penerima subsidinya," katanya.
Sementara, kebijakan subsidi pemerintah dinilai ada kesalahan karena untuk minyak goreng kemasan itu yang membeli belum tentu kelas menengah bawah atau miskin.
Justru, kata Bhima, yang membeli banyak dari kelas menengah atas, apalagi minyak goreng subsidi tersebut dijual melalui minimarket modern.
"Itu kesalahan yang jangan sampai terulang," tutur dia.
Kemudian, dia menilai segala bentuk perubahan kebijakan pemerintah ini belum tentu akan membuat harga minyak goreng lebih terjangkau dan mudah didapat.
Sebab, malau yang disubsidi adalah minyak goreng curah, maka pengawasannya akan sangat susah dari sisi distribusi.
Minyak goreng curah bisa kemungkinan dioplos dengan jelantah dengan tidak ada kemasan maupun barcode-nya, sehingga rentan terjadinya penimbunan.
Selain itu, masyarakat juga pastinya kalau melihat ada gap antara minyak goreng kemasan dengan curah, maka akan turun kelas.
"Tidak menutup kemungkinan mereka akan turun kelas mengkonsumsi minyak goreng curah dan itu bisa mengakibatkan alokasi subsidi BPDPKS tidak mencukupi, akan terjadi kelangkaan juga.
Jadi, ini tidak selesai, harusnya tetap kebijakannya itu adalah DMO, cari rantai distribusi bermasalah yang menimbun untuk tegakan hukumnya, dan dari sisi HET-nya itu juga dipantau," pungkas Bhima.