Luhut Isyaratkan Harga Pertalite dan Gas Elpiji 3 Kg Bakal Ikut Naik, Bertahap Juli hingga September
Terkait kenaikan harga BBM dan gas, Luhut menyebut hal itu tidak bisa terhindarkan mengingat kondisi ekonomi global saat ini.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengisyaratkan harga Pertalite bakal ikut naik seiring naiknya harga Pertamax sejak Jumat (1/4/2022) kemarin.
"Overall (secara keseluruhan) yang akan terjadi nanti, Pertamax, Pertalite (naik). Premium belum. Ya, semua akan naik. Nggak akan nggak ada yang naik itu," kata Luhut ketika ditemui meninjau Depo LRT Jabodebek di Jatimulya, Bekasi Timur, Jumat (1/4/2022).
Bahkan tak cuma Pertalite, Luhut menyebut harga gas elpiji 3 kg atau gas melon juga akan ikut naik.
Luhut beralasan sejak 2007 harga elpiji 3 kg tidak pernah ada perubahan. Maka dari itu pemerintah memutuskan bakal menaikkannya.
"Kan nggak fair (adil) juga," katanya.
Namun demikian, sambung Luhut, kenaikan harga-harga bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji 3 kg itu akan dilakukan secara bertahap.
Luhut mengatakan, pemerintah akan melakukan perhitungan dengan cermat dan melakukan sosialisasi terkait rencana kenaikan tersebut.
"Mengenai gas 3 kg itu kita bertahap. Jadi 1 April, nanti Juli, nanti September. Itu semua bertahap dilakukan pemerintah," lanjut Luhut.
Baca juga: Terbaru, Daftar Harga Pertamax se-Indonesia, Naik Rp12.500 per Liter
Luhut juga mengatakan akan tetap ada subsidi meski harganya dinaikkan.
"Ada yang disubsidi, masih tetap yang untuk rakyat kecil masih tetap disubsidi," imbuhnya.
Terkait kenaikan harga BBM dan gas itu, Luhut menyebut hal itu tidak bisa terhindarkan mengingat kondisi ekonomi global saat ini.
Termasuk geopolitik yang memanas antara Rusia dan Ukraina.
Luhut mengatakan Indonesia masih beruntung karena bisa mengelola ekonomi dengan lebih baik sehingga dampak konflik kedua negara tersebut tidak terlalu besar.
Kenaikan harga Pertamax yang diberlakukan per 1 April 2022 menurutnya dilakukan lantaran asumsi harga minyak dunia dalam APBN sudah sangat jauh dengan harga minyak di lapangan.