Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Uni Eropa Pertimbangkan Sanksi yang Lebih Ketat, Rusia Tetap Pasok Gas

Rusia akan mempertahankan pengiriman gas mereka melalui rute pipa utama ke Eropa

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
zoom-in Uni Eropa Pertimbangkan Sanksi yang Lebih Ketat, Rusia Tetap Pasok Gas
The Guardian/AFP
Presiden Tusia Vladimir Putin tetap mengharuskan Uni Eropa membayar gas yang dibelinya dari Rusia dengan rubel. Foto Presiden Vladimir Putin di jaringan pipa gas Rusia di Vladivostok, 2011. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Rusia akan mempertahankan pengiriman gas mereka melalui rute pipa utama ke Eropa, walaupun Uni Eropa (UE) sedang mempertimbangkan untuk memberikan sanksi yang lebih ketat kepada Rusia.

Menurut data dari operator Gascade menunjukkan, terlihat selama akhir pekan kemarin gas fisik mengalir melalui pipa Yamal ke Eropa, di titik perbatasan Mallnow Jerman.

Dikutip dari situs Reuters.com, raksasa energi Gazprom diketahui memesan beberapa kapasitas transit gas menuju ke barat melalui pipa Yamal. Gazprom memesan 4,9 juta juta kilowatt-jam per jam (kWh/h), untuk Senin (4/4/2023) malam, dan 1,4 juta kWh/h untuk hari ini.

Baca juga: Ukraina Tertarik Lakukan Investigasi Transparan atas Kejahatan Perang Rusia

Namun data aktual tidak dapat dijamin, karena kapasitas yang dipesan dengan kapasitas gas yang dialirkan terkadang tidak sesuai.

Permintaan pengiriman gas Rusia melalui kota Velke Kapusany, Slovakia dari Ukraina, pada Senin kemarin dilaporkan stabil di 967.954 MWh/hari, aliran melalui pipa Nord Stream 1 ke Jerman juga stabil di hari yang sama, yaitu 73.426.240 kWh/jam.

Baca juga: Update Pentagon, Invasi Rusia Hari ke-40: 70% Tentara Rusia Dekat Kyiv Mundur, Serangan di Bucha

Perusahaan energi milik Rusia, Gazprom mengatakan pihaknya akan terus mengirimkan pasokan gas alam ke Eropa melalui Ukraina, mengikuti permintaan dari konsumen Eropa.

BERITA TERKAIT

Sedangkan Rusia terancam akan menerima sanksi yang lebih ketat, setelah ditemukannya kuburan massal dan warga sipil yang ditembak mati dari jarak dekat di kota Bucha, Ukraina tempat pasukan Rusia baru-baru ini menarik diri.

Rusia sebelumnya telah membantah menargetkan warga sipil dan menolak tuduhan melakukan invasi ke Ukraina, dengan menyebut tindakan mereka sebagai operasi militer khusus. Rusia juga mengklaim pembunuhan di Ukraina semata-mata untuk menodai nama Rusia.

Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock mengatakan pada Senin kemarin, UE akan memperketat sanksi terhadap Rusia.

Sedangkan Menteri Keuangan Jerman, Christian Lindner yang sempat menyarankan agar UE harus berusaha untuk memutus hubungan ekonomi dengan Rusia, mengatakan larangan impor energi dari Rusia hanya akan menimbulkan lebih banyak kemerosotan ekonomi di negara-negara UE daripada di Rusia.

Jerman sendiri akan menghadapi masa sulit jika impor atau pengiriman gas dan minyak rusia dihentikan.

Sementara itu, Italia yang juga bergantung pada gas Rusia, mengatakan tidak akan menolak sanksi impor gas Rusia dengan mengatakan negara itu memiliki cadangan yang cukup untuk lepas dari pasokan gas Rusia selama beberapa bulan ke depan.

Bayar Gas Pakai Rubel Cuma Prototipe, Rusia Pertimbangkan Memperluas ke Kelompok Barang Baru

Skema pembayaran rubel Presiden Vladimir Putin untuk gas alam adalah prototipe yang akan diperluas Rusia ke ekspor utama lainnya.

Langkah ini diambil karena Barat telah menutup pelemahan dolar AS dengan membekukan aset Rusia.

Informasi saja, protipe merupakan rupa yang pertama atau rupa awal atau standar ukuran dari sebuah entitas.

Melansir Reuters, perekonomian Rusia menghadapi krisis paling parah sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991 setelah Amerika Serikat dan sekutunya memberlakukan sanksi yang melumpuhkan karena invasi Putin pada 24 Februari di Ukraina.

Tanggapan ekonomi utama Putin sejauh ini adalah perintah pada 23 Maret agar ekspor gas Rusia dibayar dalam rubel. Namun skema tersebut memungkinkan pembeli membayar dalam mata uang kontrak yang kemudian ditukarkan menjadi rubel oleh Gazprombank.

"Ini adalah prototipe sistem," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada televisi pemerintah Channel One Rusia tentang rubel untuk sistem pembayaran gas.

"Saya tidak ragu bahwa itu akan diperluas ke kelompok barang baru," kata Peskov. Dia tidak memberikan kerangka waktu untuk langkah seperti itu.

Peskov mengatakan bahwa keputusan Barat untuk membekukan cadangan bank sentral senilai 300 miliar dolar AS adalah "perampokan" yang akan mempercepat perpindahan dari ketergantungan pada dolar AS dan euro sebagai mata uang cadangan global.

Kremlin, katanya, menginginkan sistem baru untuk menggantikan kontur arsitektur keuangan Bretton Woods yang didirikan oleh kekuatan Barat pada tahun 1944.

"Jelas bahwa -bahkan jika ini merupakan prospek yang jauh- kita akan datang ke beberapa sistem baru yang berbeda dari sistem Bretton Woods," kata Peskov.

Sanksi Barat terhadap Rusia, katanya, telah "mempercepat erosi kepercayaan terhadap dolar dan euro."

Putin mengatakan "operasi militer khusus" di Ukraina diperlukan karena Amerika Serikat menggunakan Ukraina untuk mengancam Rusia dan Moskow harus bertahan melawan penganiayaan terhadap orang-orang berbahasa Rusia oleh Ukraina.

Ukraina telah menolak klaim penganiayaan Putin dan mengatakan sedang memerangi perang agresi Rusia yang tidak beralasan.

Pejabat Rusia telah berulang kali mengatakan upaya Barat untuk mengisolasi salah satu produsen sumber daya alam terbesar di dunia adalah tindakan irasional yang akan menyebabkan melonjaknya harga bagi konsumen. Kondisi itu akan membuat Eropa dan Amerika Serikat mengalami resesi.

Rusia telah lama berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang AS, meskipun ekspor utamanya - minyak, gas dan logam - dihargai dalam dolar di pasar global.

Secara global, dolar sejauh ini merupakan mata uang yang paling banyak diperdagangkan, diikuti oleh euro, yen, dan poundsterling Inggris.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas